Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pemahaman yang komprehensif tentang anatomi konflik, dan untuk mengidentifikasi pola sebaran konflik menurut wilayah, dampak konflik, dan langkah penanganan pasca konflik dalam konteks pembangunan infrastruktur. Kajian ini menggunakan gabungan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Model gabungan dua pendekatan dengan satu pendekatan dominan secara metodologi ini merujuk kepada model yang disebut dominant-less dominant design of mixed-methodology. Penelitian dilakukan di Kecamatan Way Panji, Natar, Jati Agung, dan Tanjung Sari, mengingat konflik-konflik yang pernah terjadi sebelumnya sudah dapat diselesaikan namun masih dapat dikenang dan berujung pada konflik selanjutnya. Selain itu, setiap kecamatan memiliki klasifikasi konflik yang berbeda (suku, agama, pemerintah, perusahaan, dan dampak pembangunan infrastruktur). Studi ini menemukan bahwa konflik sosial di Kabupaten Lampung Selatan disebabkan oleh kebijakan pembangunan yang mengabaikan kebutuhan dan kepentingan masyarakat setempat. Mekanisme penanganan konflik seringkali kehilangan akar penyebab perselisihan, sehingga sulit untuk diselesaikan. Konflik dapat terjadi dari setidaknya empat sumber: berdasarkan hubungan pribadi, kepentingan ekonomi, perbedaan nilai (misalnya, keyakinan agama, etnis), dan faktor struktural. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konflik sosial berbeda-beda, tergantung dari perilaku para aktor yang terlibat. Terkadang konflik antar individu atau kelompok kecil berkembang menjadi konflik antar kelompok yang lebih besar. Kualitas masalah yang dihadapi terkadang dapat menimbulkan konflik antar kelompok. Ini dapat dipicu oleh masalah yang sederhana dan tidak realistis, atau oleh masalah yang lebih realistis dan mendasar. Ketika mencoba menyelesaikan konflik sosial, penting untuk mengikuti prinsip musyawarah dan mufakat. Hal ini dapat dilakukan melalui mediasi. Pemrosesan difokuskan pada penyelesaian konflik yang belum terselesaikan.