Abstract
The polemic of Hadith authority seems to be endlessly debated by Western and Eastern scholars, Muslims as well as non-muslims. Aisha Y. Musa reconstructed the debate and discourse of the authority of prophetic traditions by looking at the early manuscripts of the hadith experts. Musa also presented the narratives of the opposition of hadith in the digital era. This debate shows that the hadith did not always enjoy such widespread acceptance and authority. Opposition to the hadith has emerged among Muslims from the first century and has not been limited to one era only, but until now in the contemporary digital era. Actually, the polemics are not influenced by Western scholarship and orientalists. On the contrary, it is more response from Muslims to the elevation of the hadith with the status of duality revelation with the Qur’an.
Keywords: Hadith, Authority, Scripture, Aisha Y. Musa
Abstrak
Polemik otoritas hadis seolah tiada henti menjadi perdebatan para sarjana Barat dan Timur, baik dari kalangan Muslim maupun non-Muslim. Aisha Y. Musa mengambil bagian pada wilayah dimana ia melakukan rekonstruksi seputar perdebatan tersebut, dengan melihat naskah-naskah awal para ahli Hadis. Musa juga menyuguhkan narasi para pengingkar sunnah di era digital yang memiliki segmen dan dinamika tersendiri. Fenomena ini menunjukkan bahwa otoritas hadis tidak selalu diterima oleh khalayak luas. Perdebatan tersebut muncul sejak abad awal Islam dan tidak berhenti pada satu era, melainkan hingga era digital kontemporer saat ini. Sesungguhnya pro-kontra tersebut bukanlah karena dipengaruhi oleh kesarjanaan Barat dan para orientalis. Justru sebaliknya, hal tersebut lebih sebagai sebuah tanggapan Muslim sendiri terhadap elevasi hadis dengan status wahyu ilahi bersanding dengan al-Qur’an (duality of revelation).
Kata kunci: Hadis, Otoritas, Kitab Suci, Aisha. Y. Musa