Salah satu penyebab marjinalisasi dalam kehidupan, baik sosial, budaya, pendidikan, politik tidak jauh dari pemikiran yang mengarah pada perempuan yang diperkuat dengan adanya al-Qur’an dan hadis Nabi. Perempuan sering menjadi sumber perbincangan oleh pemikir Islam, terlebih menyangkut gender. Sudah banyak literatur dan kajian yang membahasnya karena dirasa masih kontroversial seiring dengan pembahasan hak-hak asasi manusia yang tidak hanya berimplikasi pada permasalahan wanita itu sendiri tetapi berimbas pula pada pembahasan agama, termasuk Islam. Namun, di sisi lain teks-teks holistik yang ada memberi pengertian lain untuk meluruskan kegagalan faham yang selama ini menjadi doktrin di dunia Islam. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis hadis Nabi bernuansa misogini yang berisi tentang perintah istri bersujud kepada suami. Pemahaman leterlek hadis tersebut diklaim oleh beberapa fraksi sebagai hadis misoginis, yang mana hadis-hadis ini diduga berisi konten yang merendahkan dan memojokkan kaum perempuan. Melalui konsep hermeneutika Hans-George Gadamer yang mengantongi meaningfulsense sebagai solusi tepat, penulis memperoleh pandangan bahwa hadis perintah istri bersujud kepada suami bukan merupakan hadis misoginis yang digadang merendahkan perempuan dan menempatkan laki-laki di posisi paling depan. Konsep hermeneutika Gadamer, yang meliputi teori pemahaman, penafsiran, dan penerapan, justru menjawab bahwa hadis tersebut menyiratkan pengangkatan derajat perempuan dengan memberikan pemahaman untuk memenuhi hak serta kewajiban antara suami dan istri, dan bersikap baik terhadap satu sama lain.