Budaya Patriarki meringkus kebebasan perempuan desa ke dalam ruang yang sempit. Ketertindasan perempuan desa dalam masyarakat patriarki yang kuat terlihat begitu nyata. Eksploitasi tubuh perempuan sebagai pekerja rumah tangga, pemuas nafsu laki-laki, juru masak di dapur, dan pengurus anak seumur hidup menjadi bentuk ketertindasan perempuan yang akhirnya sulit menjamah ruang publik. Namun, di ambang ketertindasan yang ada, perempuan desa masih memiliki kebebasan untuk ke luar rumah, yaitu ke pasar tradisional. Perempuan masih memiliki secercah harapan untuk mejamah ruang publik. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi Alfred Schutz dengan mengedepankan kedalaman data melalui kesadaran individu dalam melakukan tindakan sosial. Asumsi awal penelitian ini berdasar pada konsep ruang publik Hebermas yang menekankan kesetaraan posisi dalam menyampaikan opini di hadapan publik. Sehingga, peneliti melihat kesamaan posisi yang mampu di jamah perempuan desa dengan budaya partriarki yang kuat terdapat di pasar tradisional. Maka dari itu, perempuan desa mampu meretas budaya patriarki Madura dengan menjadikan pasar tradisional sebagai momentum untuk menjamah ruang publik yang lebih luas.