Permasalahan siswa sekolah dasar sudah sangat mengkhawatirkan. Kenakalan remaja, tindak kekerasan, serta pelecehan seksual tak terlepas dari tanggungjawab guru. Seorang guru memiliki peran untuk mengajar, mengayomi, membina, dan mengontrol karakter siswa secara optimal sehingga tercipta generasi yang berbudaya. SD Taman Muda di bawah naungan Yayasan Majelis Luhur Tamansiswa adalah lembaga pendidikan di Yogyakarta yang sangat berpegang teguh pada Trilogi Ki Hajar Dewantara, 1) Ing ngarsa sung tuladha; 2) Ing madya mangun karsa; 3) Tutwuri handayani. Trilogi ini diharapkan mampu menjawab tantangan dunia pendidikan untuk membentuk siswa yang berkarakter. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menganalisis bagaimana guru kelas rendah pada SD tersebut menerapkan Trilogi Ki Hadjar Dewantara untuk mengembangkan karakter siswa. Kelas rendah yakni kelas 1, 2, dan 3 dipilih sebagai subyek karena pada masa ini, usia siswa mengalami transisi budaya belajar dari tingkat taman kanak-kanak menuju tingkat sekolah dasar. Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis deskripsif. Data diperoleh melaluiobservasi, wawancara, dan dokumentasi serta literatur pendukung. Subjek penelitian adalah guru kelas, siswa, kepala sekolah dan murid. Analisis data menggunakan model Miles dan Huberman. Teknik pemeriksaan keabsahan data dengan triangulasi sumber dan teknik. Hasil penelitian menunjukan bahwa peran guru dalam menerapkan trilogi Ki Hadjar Dewantara dengan menjadi teladan, memotivasi dan mendorong siswa sesui dengan kodrat alam.
This article aims to study one of the social relationship forms called “love relationship”. Love relationships may define as a relation between two individuals, opposite sex generally, in addition, to adapt to each other before marriage. As one of the social relationship forms, it can not avoid conflict, even violence. Those concerns are becoming the focus study in this research. Furthermore, this research using the individual's conflict theory by George Simmel, conflict theory of Lewis A. Coser, and also existential sociology of Jean-Paul Sartre about love. The method of this research is qualitative which explanative-descriptive research variant. Based on the research, it is found that most of the informants lie love relationship in “functional” form. Despite this, most of them are not realized of love relationship violence which held. Finally, the resolution of all matters took moderate to radical form, it is reconciliation or broke up, and even not engaged anymore.
ABSTRAKTulisan ini berupaya mengkaji penerapan dan implikasi Revolusi Hijau di tanah air melalui perspektif konstruksi sosial Mary E. Pettenger.Dalam analisisnya, perspektif konstruksi sosial Pettenger melibatkan dimensi kekuasaan, pengetahuan, norma sosial, serta wacana atau diskursus. Di Indonesia, Revolusi Hijau lebih dikenal dengan sebutan "Panca Usaha Tani" yang beresensikan pada modernisasi atau mekanisasi pertanian. Melalui kajian yang telah dilakukan, tampak jelas jikarezim Orde Baru memanfaatkan sumberdaya kekuasaan, pengetahuan, norma sosial, berikut wacana dalam usaha menggalakkan mekanisasi pertanian di tanah air. Serangkaian dimensi tersebut terangkai menjadi sebentukkonstruksi sosial yang berhasil menyembunyikan berbagai kepentingan terselubung di dalamnya, antara lain; stabilitas sosial-politik nasional, legitimasi hutang pada pihak asing, keberpihakan terhadap Blok Barat, serta upaya menjadikan Indonesia sebagai lumbung padi negara-negara maju.
Artikel ini mengkaji representasi kearifan lokal Bali dalam kehidupan sehari-hari masyarakat transmigran Bali di Kabupaten Bolaang Mongondow, Provinsi Sulawesi Utara. Kajian ini juga untuk mengetahui sejauh mana representasi budaya berimplikasi terhadap interaksi sosial antara masyarakat Bali diaspora dengan penduduk asli dan transmigran asal daerah lainnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif, dengan angket dan wawancara sebagai instrumen pengumpulan data. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar kearifan lokal Bali masih terrepresentasi dalam keseharian hidup masyarakat transmigran Bali di Bolaang Mongondow, kecuali subak dan arsitektur Bali dirasa masih kurang. Interaksi antara masyarakat transmigran Bali di Bolaang Mongondow dengan penduduk asli dan transmigran dari daerah lain sangatlah harmonis. Hal ini dikarenakan masih kuatnya berbagai filosofi Bali seperti Tri Hita Karana (Tiga Penyebab Kebahagiaan) dan manyama braya (persaudaraan) dalam keseharian hidup masyarakat transmigran Bali di Kabupaten Bolaang Mongondow, Provinsi Sulawesi Utara.Kata kunci: representasi, kearifan lokal, transmigran Bali, Kabupaten Bolaang Mongondow
This research discusses public space in Denpasar, Bali, focusing on Lapangan Puputan. Theoretically, public space has three functions, namely recreational, social interaction and political aspect. Using Habermas's theory on public space, this article found Lapangan Puputan fulfils three functions of public space. Yet, there is a lack of society's understanding on the function of public space, in which the space is functioned more for economic activity. They also refuse if Lapangan Puputan is used for political activity.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.