2017
DOI: 10.20885/iustum.vol24.iss4.art3
|View full text |Cite
|
Sign up to set email alerts
|

"Menghidupkan" Undang-Undang Dasar 1945 Tanpa Amandemen

Abstract: This study examined why the Fifth Amendment of the 1945 Constitution was difficult and examined other ways to make the 1945 Constitution as a constitution that is living without any formal procedures. This was a normative legal study using statute, conceptual, sociological, political, and historical approaches. The findings indicated that the difficulty of reviving the 1945 Constitution through the Fifth Amendment is due the fact that the formal procedure for the amendment of the 1945 Constitution was rigid, t… Show more

Help me understand this report

Search citation statements

Order By: Relevance

Paper Sections

Select...
1

Citation Types

0
0
0
1

Year Published

2020
2020
2020
2020

Publication Types

Select...
1

Relationship

0
1

Authors

Journals

citations
Cited by 1 publication
(1 citation statement)
references
References 0 publications
0
0
0
1
Order By: Relevance
“…Meski pun memiliki implikasi yang baik dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, namun praktik ketatanegaraan tetaplah tidak dapat dijadikan sebagai pedoman dasar dalam melaksanakan suatu kewenangan dari organ negara. Hal ini dikarenakan, meski pada peruntukannya praktik ketatanegaraan membuat konstitusi menjadi lebih hidup (living constitution) (Hajri & Rahdiansyah, 2017), namun praktik ketatanegaraan bersifat temporal dan subjektif sehingga antar satu kurun waktu kepemimpinan dengan kepemimpinan selanjutnya dapat berubah-ubah. Hal ini lah yang sekiranya dapat berakibat pada tidak adanya kepastian hukum yang dapat dipegang (atau setidak-tidaknya dijadikan dasar) terkait dengan kewenangan Wakil Presiden yang terlalu bergantung kepada praktik ketatanegaraan.…”
Section: Ius Constituendum Kedudukan Dan Kewenangan Wakil Presidenunclassified
“…Meski pun memiliki implikasi yang baik dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, namun praktik ketatanegaraan tetaplah tidak dapat dijadikan sebagai pedoman dasar dalam melaksanakan suatu kewenangan dari organ negara. Hal ini dikarenakan, meski pada peruntukannya praktik ketatanegaraan membuat konstitusi menjadi lebih hidup (living constitution) (Hajri & Rahdiansyah, 2017), namun praktik ketatanegaraan bersifat temporal dan subjektif sehingga antar satu kurun waktu kepemimpinan dengan kepemimpinan selanjutnya dapat berubah-ubah. Hal ini lah yang sekiranya dapat berakibat pada tidak adanya kepastian hukum yang dapat dipegang (atau setidak-tidaknya dijadikan dasar) terkait dengan kewenangan Wakil Presiden yang terlalu bergantung kepada praktik ketatanegaraan.…”
Section: Ius Constituendum Kedudukan Dan Kewenangan Wakil Presidenunclassified