Project Multatuli dengan kerangka public service journalism-nya merupakan salah satu dari sekian banyak inisiasi media alternatif yang sedari awal menekankan tentang jurnalisme yang berpihak kepada kelompok-kelompok marjinal. Penelitian ini bertujuan untuk mengalisis teks reportase Project Multatuli sebagai media alternatif dengan headline "WADON WADAS MENJAGA ALAM UNTUK ANAK-CUCU" (2021) yang mengangkat konflik di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Jawa Tengah akibat proyek tambang andesit untuk proyek Bendungan Bener. Adapun penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian kualitatif menggunakan kerangka Critical Discourse Analysis Norman Fairclough dalam menganalisis teks, praktik produksi teks, dan praktik sosial budaya yang melatarbelakangi produksi teks reportase oleh Project Multatuli. Dari hasil analisis, ditemukan bahwa reportase Project Multatuli memberikan penekanan terhadap kelompok-kelompok marjinal dalam konflik yang terjadi di Desa Wadas, dan produksi teks dari Project Multatuli sangat dipengaruhi oleh praktik diskursif, hingga praktik sosio-kultural utamanya wacana neo-developmentalisme Presiden Jokowi.
Kata Kunci: Analisis Wacana Kritis, Norman Fairclough, Project Multatuli, Media Alternatif, Neo-developmentalisme
ABSTRACT
Project Multatuli with its framework of public service journalism is one of the many alternative media initiations starting from journalism that sided with marginalized groups. This study aims to analyze the reportage text of Project Multatuli as an alternative media with the title "WADON WADAS KEEPING NATURE FOR CHILDREN" (2021) which raises the conflict in Wadas Village, Central Java due to the andesite mining project for the Bener Dam project. This research was conducted using qualitative research methods using Norman Fairclough's Critical Discourse Analysis framework in analyzing texts, text production practices, and socio-cultural practices that underlie the production of reportage texts by Project Multatuli. From the results of the analysis, it was found that Project Multatuli's reporting gave equal emphasis to marginal groups in the conflict that occurred in Wadas Village, and the production of texts from Project Multatuli was strongly influenced by cursive practices, to socio-cultural practices, especially President Jokowi's neo-developmentalism discourse.
Keywords: Critical Discourse Analysis, Norman Fairclough, Project Multatuli, Alternative Media, Neo-developmentalism