Toer sarat akan penarasian berbagai representasi kolonial, misalnya hegemoni bahasa, dan diskriminasi rasial. Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan bagaimana diksi suatu kata tidak hanya digunakan sebagai pendukung pelataran tetapi jauh di dalamnya mampu menjadi sarana pengungkap kedua representasi tersebut. Sumber data utama yang digunakan adalah roman Bumi Manusia. Data utama yang ditelaah adalah pilihan diksi Pramoedya, baik berupa kata, frasa, maupun klausa yang kemudian dianalisis berdasarkan beberapa aspek, yakni terminologi, etimologi, dan konteks sosio-historisnya. Beberapa sumber referensi, seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia dan beberapa artikel atau buku penunjang, digunakan sebagai sumber data sekunder. Pemerian hasil temuan yang disajikan dalam makalah ini secara sederhana menunjukkan bahwa diksi bukan merupakan pilihan kata yang netral tanpa ada muatan apa pun di dalamnya; bagaimana diksi yang digunakan oleh sang penulis mampu merepresentasikan hegemoni bahasa, diskriminasi rasial, serta keadaan sosial budaya era Kolonial Hindia Belanda. Bagi mereka yang hidup sebagai zeitgeist (anak jaman) yang hidup dengan situasi, kondisi, dan semangat pada masa kolonial, pertemuan dua budaya atau lebih (yang diwakili oleh peradaban Barat dan Timur) mampu merekonstruksi ulang pola pandang dan nilai budaya, sehingga melahirkan kosakata-kosakata baru bahkan bahasa baru untuk mewakili realitas tersebut. Adapun bagi mereka yang hidup tidak sebagai zeitgeist masa itu, penggunaan kosakata-kosakata baru tersebut mampu menjadi wahana dalam menangkap representasi budaya yang terkandung di dalamnya.