This research considers the problem of reducing CO 2 emissions from the Java-Bali power grid system that consists of a variety of power-generating plants: coal-fired, natural gas, oil, and renewable energy (PV, geothermal, hydroelectric, wind, and landfill gas). The problem is formulated as linear programming and solved using LINGO 10. The model was developed for a nation to meet a specified CO 2 emission target. Two carbon dioxide mitigation options are considered in this study, i.e. fuel balancing and fuel switching. In order to reduce the CO 2 emissions by 26% in 2021, State Electric Supply Company (PLN) has to generate up to 30% of electricity from renewable energy (RE), and the cost of electricity (COE) is expected to increase to 617.77 IDR per kWh for a fuel balancing option, while for fuel switching option, PLN has to generate 29% of electricity from RE, and the COE is expected to increase to 535.85 IDR per kWh.
AbstrakOptimasi Skema Pembangkitan Listrik pada Sistem Jaringan Listrik Jawa-Bali dengan Memperhatikan Aspek Pengurangan Emisi CO 2 . Penelitian ini membahas tentang masalah pengurangan emisi CO 2 dari jaringan listrik JawaBali yang pembangkitnya terdiri dari kombinasi berbagai jenis pembangkit yaitu: batubara, gas alam, minyak, dan energi terbarukan RE (yang meliputi solar cell, panas bumi, tenaga air, angin, dan gas dari sampah). Permasalahan dimodelkan dengan programa linier dan dipecahkan dengan menggunakan bantuan perangkat lunak LINGO 10. Dalam penelitian ini digunakan dua opsi pengurangan emisi CO 2, yaitu keseimbangan bahan bakar (fuel balancing) dan penggantian bahan bakar (fuel switching). Hasil penelitian menyebutkan bahwa untuk mencapai target pemerintah yaitu pengurangan emisi CO 2 hingga 26% di tahun 2021, Perusahaan Listrik Negara (PLN) harus membangkitkan listrik hingga 30% dari sumber energi terbarukan dan dengan biaya listrik (cost of electricity COE) akan meningkat menjadi Rp. 617.77 per kWh untuk opsi fuel balancing, sedangkan untuk opsi fuel switching, PLN harus membangkitkan listriknya sebesar 29% dari RE dan dengan COE diperkirakan meningkat menjadi Rp. 535.85 per kWh.