Keterbatasan kecakapan berbahasa mengakibatkan adanya kesulitan berkomunikasi bagi siswa-siswa tunarungu ini yang kemudian berimbas pada perasaan kurang percaya diri. Selain adanya kesulitan berkomunikasi, keterbatasan berbahasa, sikap masyarakat, dan kegagalannya dalam banyak hal menyebabkan emosi anak turarungu tidak stabil. Umumnya mereka selalu ragu-ragu dan segala perilakunya senantiasa disertai perasaan cemas. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian dengan pendekatan kuantitatif eksperimen dengan metode one group pre test – post test. Sembilan siswa tunarungu SMPLB Negeri Saronggi berusia antara 15-18 tahun yang memiliki kepercayaan diri yang rendah yang sebelumnya diberikan pre-test dengan skala kepercyaaan diri, para siswa ini yang kemudian menjadi subyek penelitian. Kepada mereka diberikan intervensi berupa pelatihan berpikir positif untuk meningkatkan rasa percaya diri mereka. Setelah diberikan pelatihan untuk meningkatkan kepercayaan diri, maka diberikan skala kepercayaan diri sebagai sebagai instrument post-test. Setelah dilakukan intervensi yang berupa pelatihan dan telah dilakukan pre-test dan post-test maka dilakukan analisis data dengan menggunakan uji T. Uji T dilakukan untuk melihat efektif tidaknya intervensi yang diberikan pada subjek penelitian. Hasil uji T menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara skor kepercayaan diri sebelum dilaksanakan pelatihan dan sesudah dilaksanakan pelatihan. Hal ini ditunjukkan dari harga t = -1,904 pada p= 0,000 (p<0,01), dan hasil tersebut juga menggambarkan adanya peningkatan skor mean kemandirian setelah pelatihan yaitu sebesar 31,5556 dari skor mean sebelum pelatihan 26,4444. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa pemberian pelatihan berfikir positif pada siswa tunarungu efektif dalam meningkatkan kepercayan diri.
Kata kunci: Siswa Tunarungu, Kepercayaan Diri, Pelatihan Berfikir Positif.