menarik untuk dikaji mengingat kompleksitas kehidupan sosio kultur masyarakat setempat. Selain adanya kultur yang menomorduakan perempuan seperti pemberian belis untuk pernikahan, secara umum kehidupan masyarakat adalah miskin. Konteks ekonomi yang miskin berikutnya berkelindan dengan ketegangan wilayah perbatasan serta eksistensi kekuasaan adat yang relatif besar dimana sumber daya yang terbatas kerap harus dihabiskan untuk upacara-upacara adat. Di tengah situasi tersebut, di Desa Fatuba'a Kabupaten Belu terpilih Kepala Desa Perempuan. Menggunakan metode penelitian kualitatif, dengan dua teknik pengumpulan data yaitu wawancara mendalam dan studi dokumen, penelitian ini menyimpulkan tiga hal, pertama, Kepala Desa perempuan di Fatuba'a mendapatkan posisinya karena modal sosial berupa pengaruh adat dan dukungan warga baru dalam relasi yang patron-klientelistik. Kedua, selama kepemimpinan kepala desa perempuan, muncul kebijakan-kebijakan yang memfasilitasi peningkatan kualitas hidup perempuan seperti pada pengaturan belis. Sejumlah kemajuan pun muncul seperti peningkatan kualitas pelayanan kesehatan ibu, bayi dan balita yang berdampak pada menurunnya angka stunting. Selain perempuan, Emiliana juga mengakomodir kebutuhan dari kelompok minoritas lain yakni warga baru. Ketiga,