Suatu tindak pidana tidak hanya dilakukan oleh pelaku yang sempurna akalnya, tetapi dapat pula dilakukan oleh orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Pada praktiknya, hakim pada putusannya kerap hanya terbatas kepada menjatuhkan putusan kepada terdakwa ODGJ dengan tidak dijatuhi pidana dan lepas dari segala tuntutan karena tidak dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. Akhirnya, ODGJ dilepas begitu saja, sedangkan ia membutuhkan perawatan mental khususnya. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan jenis dan sumber bahan hukum diperoleh dari data sekunder yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hak asasi bagi ODGJ yang melakukan tindak pidana sama halnya dengan manusia yang akalnya sempurna sebagai warga Negara. Perlindungan hukum bagi ODGJ yang melakukan tindak pidana secara normatif adalah baginya tidak dipidana atas alasan pemaaf karena tidak dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pengaturan tanggung jawab negara pasca pemidanaan ODGJ tidak tercantum khususnya pada KUHP, karena pada praktiknya putusan hakim hanya terbatas kepada amar bahwa terdakwa ODGJ tidak dijatuhi pidana karena tidak dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya dan lepas dari segala tuntutan atas alasan pemaaf termasuk terbatas hanya kepada apa yang dituntut Jaksa Penuntut Umum. Dalam pengaturannya kedepan, KUHP perlu direformulasi terkait subjek pelaku tindak pidana perseorangan yang menderita gangguan jiwa dan sanksi tindakan bagi ODGJ.