Perhutanan Sosial Bagi Akses Keadilan Masyarakat Dan Pengurangan Kemiskinan

Abstract

Kemiskinan bukan hanya dimaknai sebagai persoalan deprivasi ekonomi semata, namun menyentuh krisis multidimensi. Masyarakat sekitar hutan merupakan salah satu kelompokmiskin terbesar di Indonesia. Sekitar 48,8 juta orang tinggal pada lahan hutan negara dan sekitar 10,2 juta diantaranya dikategorikan miskin dimana 71,06% menggantungkan hidupnya dari sumber daya hutan. Kondisi sosial ekonomi ini ditambah sulitnya masyarakat dalam mengakses hutan sering memercikkan dan menyalakan konflik kawasan hutan (konflik tenurial). Kebanyakan masyarakat sekitar hutan tidak memiliki perlindungan hukum baik terhadap legalitas maupun akses sumber daya hutan. Kebijakan Perhutanan Sosial muncul sebagai salah satu elemen dari reforma agraria, yang merupakan kebijakan yang digulirkan pemerintah untuk memastikan legalitas aset dan redistribusi tanah yang dikenal dengan kebijakan TORA (Tanah Objek Reforma Agraria), serta memastikan legalitas akses melalui kebijakan Perhutanan Sosial. Terdapat nexus yang menunjukkan korelasi positif yang diklaim oleh pemerintah bahwa kebijakan Perhutanan Sosial mampu menjadi alternatif kebijakan pengurangan angka kemiskinan. Perhutanan Sosial yang dilaksanakan secara klaster pada akhirnya akan menumbuhkan pusat ekonomi domestik sehingga kesempatan kerja terbuka luas dan penurunan kemiskinan akan signifikan. Keberadaan skema Perhutanan Sosial telah menjadi bagian integral dari pembangunan desa, pengentasan warga miskin, sekaligus membangun kemandirian sosial-ekonomi warga miskin di dalam dan sekitar hutan. Data rasio gini menunjukkan bahwa rasio gini tahun 2018 menunjukkan nilai lebih rendah yaitu 0,389 dari tahun 2017 sebesar 0,391. Sedangkan jumlah penduduk miskin juga berkurang menjadi 9,82% di tahun 2018 dibandingkan tahun 2017 sebesar 10,12%.

The role of the social forestry programs in increasing farmers' income and conserving forests in the Upstream Citarum Watershed, West Java, Indonesia

“…the development of coffee, sugar palm, elephant grass and honey bees). Initially, the program was implemented with a repressive approach through security enforcement with patrols and law enforcement which is evident in several areas where conflict and criminalization are sources of tension between government officials and forest communities (Munawar 2019, Fisher et al 2018, Murti 2018) – an approach which is clearly not a long-term solution to restoring forests. However, providing access to use forest land is a solution that has the opportunity to expand the scale of farming, increase job opportunities and provide an opportunity to expand the market network for commodity trading.…”

“…There are at least three main targets of this program: equitable distribution, expanding forest land use by the community, and improving environmental management. Achieving this target reduces poverty in rural areas, especially villages around forests (Dewi 2018, Murti 2018). The Social Forestry Scheme opens access to forest management for the community, which is responsive to the needs of the poor, especially in villages around forests.…”

Strategi Pengembangan Pendidikan NonFormal dalam Pengelolaan Hasil Hutan Berbasis Agroforestri melalui Program Sekolah Lebah Madu di Kepulauan Mentawai

“…Based on the results of the LPEM UI study (2020), people living around forest areas are one of the largest groups of poor people in Indonesia. This condition tends to be chronic due to the difficulty of access, as well as limited infrastructure, especially education (Murti, 2018). As a result, it is difficult for poor communities in forest areas to get out of poverty, so changes in welfare conditions are very difficult to make (Dewi, 2018).…”

Evaluasi Kinerja Hutan Kemasyarakatan Gapoktan Alam Lestari Resort Jangkok Kesatuan Pengelolaan Hutan Rinjani Barat

“…Keberadaan HKm bertujuan guna meningkatkan kemampuan dalam mengelola serta mendapatkan hasil hutan terbaik, dengan tujuan menaikan perekonomian penduduk setempat. Pemerintah memiliki program yang dikenal melalui skema perhutanan sosial, yang dimana masyarakat diberikan akses untuk pengelolaan hutan baik di dalam maupun di luar hutan, perizinan ini membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan membantu penurunan angka kemiskinan (Murti, 2019) Gambar 2. Grafik Penilaian Tingkat Keberhasilan Pengelolaan Gapoktan Alam Lestari Gambar 2. menunjukan aspek ekonomi (tata kelola sumber daya hutan, tata kelola HHK, HHBK dan jasa lingkungan serta usaha ekonomi hasil hutan) dikategorikan sedang (70%).…”