Penduduk muda merupakan penduduk yang paling mungkin melakukan migrasi, apalagi didukung dengan akses informasi yang tidak terbatas seperti era 4.0 sekarang. Akan tetapi apakah migrasi, atau dalam istilah yang kita kenal “Merantau” ini efektif dalam hal mengurangi risiko mereka menjadi pemuda luntang-lantung? Penelitian ini berupaya untuk menjawab pertanyaan ini dengan melihat pengaruh migrasi (migrasi seumur hidup dan migrasi risen) pada status NEET (Not in Employment, Education, or Training) serta melihat pengaruh karakteristik demografi (jenis kelamin, umur, pendidikan, status perkawinan, status disabilitas, dan klasifikasi daerah tempat tinggal) terhadap NEET pada penduduk muda (usia 15-24 tahun) di Indonesia. Dengan menggunakan data BPS, Sakernas 2021, yang diolah menggunakan metode analisis regresi logistik biner, diperoleh hasil bahwa migrasi seumur hidup dan risen, serta semua karakteristik demografi yang digunakan (jenis kelamin, umur, pendidikan, status perkawinan, status disabilitas, dan klasifikasi daerah tempat tinggal) berpengaruh signifikan terhadap status NEET. Terdapat perbedaan efek risiko menjadi NEET antara migran seumur hidup dengan migran risen. Migran seumur hidup memiliki kecenderungan yang lebih kecil menjadi NEET. Sebaliknya migran risen memiliki risiko yang lebih besar menjadi NEET dibandingkan non migran risen. Hasil penelitian ini penting dalam memberikan gambaran risiko yang dihadapi pemuda apabila memutuskan melakukan migrasi.