The wrestling between religion and culture has increased, specifically speaking, the Minahasan ancestral spirit's practice. Theological, sociological, and religious approaches have been made to portray peacefulness and friendship. Indeed, the fluctuation still exists. Therefore, this essay offers a multicultural Christian religious education curriculum as an alternative contribution to the tension. This research is a qualitative analysis-descriptive method, grasping books, articles, and other related sources as academic references. In conclusion, the principles of equality, empowerment, prejudice, and motivation should be the foundation for curriculum development. Consequently, the curriculum considers the Minahasa ancestral spirit ritual as an object of study instead of its competitor. AbstrakPergulatan antara agama dan budaya meningkat, khususnya, praktek pemujaan roh nenek moyang orang Minahasa. Pendekatan-pendekatan teologi, sosiologi dan agama sudah dilakukan untuk menampilkan kedamaian dan persahabatan. Namun, fluktuasi masih berlanjut. Itulah sebabnya, penelitian ini mencoba untuk menawarkan kurikulum pendidikan agama Kristen multikultural sebagai kontribusi alternatif bagi gejolak yang ada. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif analisis-deskriptif, menggunakan buku-buku, artikel-artikel dan rujukan lainnya sebagai referensi ilmiah. Sebagai kesimpulan, prinsip-prinsip kesetaraan, pemberdayaan, prasangka, dan motivasi harus ditempatkan sebagai fondasi pengembangan kurikulum. Konsekuensinya, kurikulum akan menganggap kebudayaan ritual roh nenek moyang sebagai objek pembelajaran daripada sebagai pesaingnya.