Tatanan perundang-undangan Hukum Pidana di Indonesia sampai saat ini memakai pemikiran legal-positivisme, dimana hukum dianggap hanya sebatas menaati apa yang ada dalam teks dan pemaknaannya yang masih formal-tekstualis. Hukum haruslah memiliki unsur keadilan dalam memutus setiap perkara. Pemikiran legal-postivistik ini dianggap bertentangan dengan kondisi sosial masyarakat. Perkembangan zaman menuntut hukum harus fleksibel, mengharuskan pembaharuan pada hukum pidana terutama pada institusi peradilan yang diperankan oleh hakim. Pembaharuan ini berupa dibolehkannya seorang hakim menggunakan penafsiran analogi dalam memutus perkara baru. Perkembangan zaman yang semakin canggih memunculkan banyak persoalan baru di masyarakat. Penelitian bermaksud mengkritisi pelarangan analogi yang dianggap bertentangan dengan asas legalitas.