Rencana Pengembangan Lanskap Ekowisata Kawasan Penyangga Taman Nasuinal Ujung Kulon (Tnuk) Provinsi Banten

Abstract

Ekowisata diyakini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian sumberdaya alam. Pengembangan ekowisata di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) harus terintegrasi dengan kawasan penyangga yang menghubungkan antara aktivitas masyarakat dan konservasi, untuk itu, dilakukan penelitian agar diketahui karakteristik dan potensi obyek dan daya tarik wisata alam (ODTWA) di dalamnya. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif terhadap potensi obyek dan daya tarik wisata guna menghasilkan rencana lanskap ekowisata. Hasil analisis bahwa kawasan penyangga TNUK memiliki potensi obyek dan daya tarik wisata alam yang layak untuk dikembangkan. Potensi objek dan atraksi wisata tersebar di 10 desa penyangga yang memiliki kategori sangat potensial dan potensial dari 15 desa yang menjadi fokus penelitian dengan berbagai jenis keragaman objek dan atraksi wisata. Daya dukung efektif (ECC) Daerah Penyangga TNUK untuk ekowisata adalah sebesar 31.090 orang/hari, dengan faktor koreksi kelerengan, kepekaan erosi tanah, potensi lanskap, dan iklim. Berdasarkan analisis kawasan menghasilkan konsep rencana pengembangan ekowisata wisata, ruang, aktifitas dan fasilitasnya. Zona pengembangan meliputi zona intensif, semi intensif dan ektensif. Sedangkan ruang wisata yang dihasilkan adalah ruang utama meliputi ruang wisata akuatik dan ruang wisata terestrial dan ruang penunjang meliputi ruang penerimaan, ruang transisi dan ruang pendukung.

Zone-Based Tourism Planning Using Satellite Imagery

“…Pranatha et al (2015) in their research using Google Earth regarding the description of the research area, developed the planning concept encompassed Space Plans, Circulation Plans, and Infrastructure and Facilities Plans. Wakyudi (2016) focused on tourism planning for ecotourism landscapes in conservation areas and employing remote sensing for land cover and land use inventory through mapping. The planning concept encompassed Ecotourism Area Plans, Space and Circulation Plans, and Activity and Facilities Plans.…”

“…This deficiency is echoed by Muchibi (2015) particularly in the context of educational and recreational facilities. Furthermore, Wakyudi (2016) neglected to elucidate the interview data obtained through questionnaires, which were integral to gathering primary data for formulating tourism development zone plans. Additionally, there was a lack of segmentation of respondents in Wakyudi's study.…”

“…In the perspective of researchers, the tourism planning framework proposed by Zain (2011) is better suited for implementation in areas of the mangrove ecosystem that already host tourist attractions or have established walking tourism routes, such as TMC (e.g Muchibi, 2015;Nugraha et al, 2015;Pranatha et al, 2015;Idajati et al, 2016;Wakyudi, 2016;Ambarita, 2017;Juhariah, 2017;Wijaya, 2020;Kasim, 2021;Rahayu, 2021;Ramadhan, 2021;Santoso et al 2021;Cheris et al, 2022). Conversely, this planning concept appears to be less suitable for areas within the mangrove ecosystem lacking tourist attractions, protected zones, or defined boundaries (such e.g., Abdullah et al 2014;Purnomo et al 2015;DasGupta & Shaw, 2016;Setiawan, 2016;Umilia & Asbar, 2016;Hutabarat, 2018;Damastuti & de Groot, 2019;Martínez-Espinosa et al 2020;Miller et al 2020;Valenzuela et al 2020;Arumugam et al 2021;Aulia et al 2021;Ely et al, 2021;Handayani, 2021;Rakotomahazo et al 2021;Suyadi et al 2021;Wahyurini et al 2021;Gómez-Ruiz et al 2022: Nyangoko et al 2022.…”

BENTUK KELEMBAGAAN DAN DAMPAK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PEMANENAN MADU HUTAN (Apis dorsata) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

“…Konflik tersebut ditengarai akibat pemanfaatan ruang dan sumber daya alam. Perluasan pemanfaatan daerah penyangga kawasan TNUK dianggap menimbulkan benturan kepentingan antara kegiatan konservasi dan kegiatan ekonomi masyarakat yang bersifat trade off (Wakyudi et al, 2015). Pemberian akses kepada masyarakat untuk dapat memanfaatkan hasil hutan bukan kayu di zona tradisional kawasan TNUK menjadi salah satu upaya resolusi konflik antara masyarakat dan pengelola taman nasional.…”