Reproductive Biology of Albacore Tuna (Thunnus alalunga) in the Western Indian Ocean

Abstract

The reproductive biology of albacore tuna, Thunnus alalunga, in the western Indian Ocean was examined through analysis of the sex ratio, spawning season, length-at-maturity (L50), spawning frequency and fecundity. From 2013 to 2015, a total of 923 female and 867 male albacore were sampled. A bias in sex ratio was found in favor of females with fork length (LF) < 100 cm. Using histological analyses and gonadosomatic index, spawning was found to occur between 10°S and 30°S, mainly to the east of Madagascar from October to January. Large females contributed more to reproduction through their longer spawning period compared to small individuals. The L50 (mean ± standard error) of female albacore was estimated at 85.3 ± 0.7 cm LF. Albacore spawn on average every 2.2 days within the spawning region and spawning months, from November to January. Batch fecundity ranged between 0.26 and 2.09 million oocytes and the relative batch fecundity (mean ± standard deviation) was estimated at 53.4 ± 23.2 oocytes g-1 of somatic-gutted weight. The study provides new information on the reproductive development and classification of albacore in the western Indian Ocean. The reproductive parameters will reduce uncertainty in current stock assessment models which will eventually assist the fishery to be sustainable for future generations.

Food Preference of Shortfin Scad (Decapterus macrosoma) at the Southern Waters of Gunungkidul Yogyakarta, Indonesia <i><br>[Preferensi pakan ikan layang deles (Decapterus macrosoma) di Pantai Selatan Gunungkidul Yogyakarta]<i><br>

“…Factors that influence fish growth include the amount and size of food available, water temperature, dissolved oxygen, fish age, size, and gonad maturity (Nikolsky, 1963). Male and female fish have different growth rates and different migration patterns to meet the needs of food and energy sources (Dhurmeea, 2016). According to Honebrink (2000), Decapterus spp.…”

KARAKTER MORFOMETRIK DAN ASOSIASI TUNA SIRIP KUNING Thunnus albacares DAN TUNA BAMBULO Gymnosarda unicolor (Ruppell) DI PERAIRAN SIMEULUE, PROVINSI ACEH

“…Jenis ikan tuna yang tertangkap di perairan Indonesia, antara lain sirip kuning (Thunnus albacares), tuna mata besar (Thunus obesus), albakora (Thunnus alalunga) dan tuna sirip biru (Thunnus maccoyi) (Triharyuni dan Prisantoso, 2012). Karakter morfometrik dapat digunakan dalam studi biologi ikan, fisiologi ikan, ekologi dan pendataan keberadaan/stok ikan (Dhurmeea et al, 2016). Selain itu, karakter morfometrik ikan tuna dapat memberikan informasi tentang pola pertumbuhan, populasi dan sebaran ikan,sehingga dapat mengidentifikasi keberadaan stok ikan.…”

“…Karakter morfometrik tuna sirip kuning yakni, panjang pektoral (PP), panjang sirip dorsal kedua (PD2) dan jarak sirip anal (JA) dapat dijadikan pembeda karakter morfometrik dengan tuna lainnya. Dhurmeea et al (2016) menyebutkan bahwa hubungan panjang baku (PB), panjang sirip pektoral (PP) dan panjang sirip dorsal pertama (PD1) tuna albakor di Samudera Hindia tergantung daerah penangkapan dan jenis kelamin (sex). Tanoue et al (2014) menjelaskan bahwa tinggi badan (TB) menjadi pembeda antara tuna sirip biru (bluefin) dan tuna longtail.…”

“…Hubungan panjang ikan dipengaruhi oleh faktor habitat, lingkungan, musim, jenis makanan, matang gonad, kesehatan dan jenis kelamin. Hauser et al (1995) menyatakan bahwa perbedaan ukuran panjang tuna disebabkan oleh perubahan genetik, serta proses migrasi yang dilakukan untuk mencari makan dan melakukan pemijahan (Ricklefs dan Miller, 2000;Arrizabalaga et al, 2002;Dhurmeea et al, 2016). Hal yang sama dikemukan oleh Baskoro et al (2004) bahwa sebaran ikan dipengaruhi oleh proses metabolisme (kebutuhan makan dan laju pertumbuhan), aktivitas gerakan tubuh (kecepatan renang) dan stimulasi saraf dimana hal tersebut dipengaruhi oleh suhu perairan.…”

INTERAKSI BEBERAPA FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP HASIL TANGKAPAN PER UNIT USAHA ( CATCH PER UNIT EFFORT) ALBAKORA (Thunnus Alalunga Bonnaterre,1788) DI SAMUDRA HINDIA

“…Faktor daerah penangkapan, ALB biasa tertangkap pada kedalaman 50-600 m pada suhu 10º hingga 17ºC (Beverly et al 2003). Pemijahan ALB diperkirakan terjadi antara 10º -30º LS pada bulan Oktober-Januari [5]. Penangkapan spesies ini berada di luar perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia dan selatan Jawa Timur [6] Faktor jumlah mata pancing antar pelampung merupakan faktor yang sangat penting untuk mendapatkan hasil tangkapan yang maksimum, ALB tertangkap pada kedalaman 100 -400 m pada pancing No 6 [6].…”