Conjoined twins are rare occurrences in medical practice. In this study, two cases of conjoined twins, parapagus dicephalus and ischiopagus tetrapus are reported in Dr. Sardjito General Hospital, Yogyakarta, Indonesia. The first case i.e. five-day-old male parapagus dicephalus conjoined twins referred to the hospital. The twins have two heads, two arms and two legs. X-ray examination reveals two vertebrae collumn, single heart, and single pelvis. Moreover ultrasonography examination reveals conjoining of liver and echocardiography examinatin reveals single atrium. The twins were diagnosed as parapagus dicephalus. As a result of their fusion, operative care had been considered to be unacceptable. After several weeks in neonatal intensive care, they died. The second case i.e. two-day-old female conjoined twins with conjoining at ischium region referred to the hospital. Ultrasonography and abdominal examination reveal conjoining at intestinum, buttock and ischium. The twins was diagnsed as ischiopagus tetrapus. They were successfully separated at 6 months of age. They are alive and well so far for more than 7 years. In conclusion, the prognosis of conjoined twins is related to the type, extent of union and organ abnormalities. The successful separation of conjoined twins might be determined by good planning and staff enthusiasm and dedication.
ABSTRAKBayi kembar siam adalah kejadian langkan di dunia kedokteran. Dalam makalah ini dilaporkan dua kasus bayi kembar siam yaitu parapagus dicephalus dan ischiopagus tetrapus di Rumah Sakit Umum Dr. Sardjito, Yogyakarta, Indonesia. Kasus I adalah bayi kembar siam laki-laki berumur lima hari dikirim ke rumah sakit. Bayi kembar siam tersebut mempunyai dua kepala, dua lengan dan dua kaki. Hasil pemeriksaan rontgen didapatkan dua kolumna vertebralis, satu jantung dan satu panggul. Selanjutnya hasil pemeriksaan ultrasonografi menunjukkan penyatuan liver sedangkan hasil pemeriksaan ekokardiografi menunjukkan satu atrium. Penderita didiagnosis sebagai parapagus dicephalus. Akibat penyatuan organ ini tindakan operasi tidak memungkinkan dilakukan. Setelah beberapa minggu dalam perawatan intensif, bayi kembar siam tersebut meninggal. Kasus II adalah bayi kembar siam perempuan berumur dua hari dengan penyatuan pada pantat dikirim ke rumah sakit. Hasil pemeriksaan ultrasonografi dan scanning abdomen menunjukkan adanya penyatuan pada usus, pantat, dan panggul. Penderita didiagnosis sebagai ischiopagus tetrapus. Operasi pemisahan berhasil dilakukan dengan baik pada umur 6 bulan. Mereka hidup sehat dan baik sejauh ini setelah tujuh tahun sejak dipisahkan. Dapat disimpulkan, prognosis kembar siam tergantung jenis dan tingkat penyatuan serta kelainan organ bayi. Keberhasilan pemisahan bayi kembar siam ditentukan oleh perencanaan operasi yang baik, dedikasi dan semangat tenaga medik dalam menjalankan tugasnya.