Dekade 2010-an menjadi awal era perangkat seluler; terdiri dari ponsel pintar dan komputer tablet (Otmazgin, 2008; Richardson, 2011; Jin, 2017), pengembangan agar lebih sesuai dengan permainan digital (Juul, 2009; Richardson, 2011; Jin, 2017). Permainan digital pada perangkat seluler terus mendapatkan popularitas seiring dengan berlalunya dekade; khususnya di Asia Timur (Jin, 2017). Ini didukung oleh budaya teknologi seluler yang kuat di kawasan ini (de Lange, 2015; Jin, 2017) yang menciptakan lingkungan sosioteknik yang subur secara proverbial untuk produksi, distribusi, dan keterlibatan permainan digital seluler di kawasan ini hingga tingkat tinggi (de Lange, 2015; Jin, 2017). Kemudian, sebuah tren baru meningkat di Indonesia karena semakin banyak atlet olahraga elektronik berpartisipasi dalam kompetisi Mobile Legends: Bang Bang yang semakin menguntungkan (Widhana, 2018). Lintasan budaya ini menunjukkan fenomena menarik dari pergeseran perangkat game digital yang kompetitif dari komputer desktop atau laptop dan konsol game digital ke perangkat seluler. Hal tersebut unik karena, bahkan dengan lebih dari 200 juta pelanggan telepon seluler pada awal dasawarsa 2010-an di samping budaya telepon seluler yang kaya (de Lange, 2015), permainan digital seluler yang kompetitif belum pernah mencapai tingkat organisasi dan kepentingan publik yang sama dibandingkan dengan mereka yang dari Mobile Legends: Bang Bang di Indonesia. Selain itu, penelitian sebelumnya tentang game digital mobile (Otmazgin, 2008; Hjorth, 2009; Richardson, 2011; Jin, 2017) belum memberikan diskusi yang signifikan tentang aspek kompetitif game digital seluler.