Solubilsasi Parasetamol Dengan Ryoto® Sugar Ester dan Propilenglikol

Abstract

Parasetamol merupakan obat yang agak sukar larut dalam air. Absorbsi obat sukar larut atau agak sukar larut dalam air dipengaruhi oleh laju pelarutan. Solubilisasi merupakan alternatif untuk meningkatkan kelarutan obat dalam air dengan penambahan surfaktan. Penambahan surfaktan Ryoto® sugar ester dan kosolven propilen glikol dilakukan untuk menentukan konsentrasi Ryoto® sugar ester dan prolilen glikol yang dapat meningkatan kelarutan dan stabilitas sediaan. Solubilisasi parasetamol dengan penambahan Ryoto® sugar ester tanpa propilen glikol dan kombinasi penambahan Ryoto® sugar ester dan propilen glikol pada konsentrasi dibawah titik CMC (Critical Micell Concentration), pada titik CMC, dan diatas titik CMC berturut-turut adalah 0,005 mg/ml, 0,006 mg/ml, dan 0,007 mg/ml dengan 10% propilen glikol. Kelarutan parasetamol tertinggi dicapai pada formula 7 dengan kombinasi penambahan Ryoto® sugar ester (0,007 mg/ml) dan propilen glikol (10%) yaitu dengan persentase perolehan kembali 99,6 %, serta pada kombinasi ini juga diperoleh stabilitas sediaan yang paling bagus yaitu tidak terjadinya perubahan warna pada sediaan selama penyimpanan pada suhu kamar dan ditempat yang terlindung dari cahaya matahari langsung selama satu bulan. Penambahan surfaktan Ryoto® sugar ester dan propilen glikol dapat meningkatkan kelarutan dan stabilitas sediaan solubilisasi parasetamol.

Komparasi Metode Peningkatan Laju Disolusi Obat

“…Berdasarkan penelitian (Noviza, et al, 2015) diperoleh hasil bahwa dengan kosolven propilen glikol dan surfaktan Ryoto® sugar ester dapat meningkatkan kelarutan parasetamol.…”

Kajian Pustaka: Penentuan Nilai Konsentrasi Misel Kritis (KMK) Surfaktan serta Pengaruhnya terhadap Kelarutan Zat Aktif Farmasi

“…Pada penelitian yang dilakukan oleh Noviza dkk pada Tahun 2015, dimana penelitian tersebut mencoba untuk meningkatkan kelarutan parasetamol dalam air menggunakan du acara yaitu dengan menggunakan penambahan surfaktan serta ksolven, dimana seperti kita tahu bahwa parasetamol merupakan salah satu zat aktif yang masuk kedalam BCS kelas II yang memiliki kelarutan rendah dalam cairan namun memiliki permeabilitas yang tinggi sehingga pada penelitian tersebut dilakukan peningkatan kelarutan parasetaml dalam air dengan menggunakan penambahan surfaktan jenis Ryoto Sugar Ester dimana penambahan surfaktan ini dilakukan pada rentang konsentrasi misel kritiknya untuk kemudian akan dilakukan pengukuran konsentrasi parasetamol pada setiap larutan menggunakan instrument spektrofotometri UV-Visible. Hasil penelitian menunjukan bahwa dengan penambahan surfaktan diatas titik KMK akan meningkatkan kelarutan dalam air dibandingkan dengan penambahan surfaktan yang berada dibawah titik KMK nya (6). Untuk selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.…”

“…Tabel 1. Perbandingan Konsentrasi Surfaktan dengan Kelarutan Parasetamol (Noviza et al, 2015) Keterangan: *Titik KMK surfaktan Pada penelitian lain yang dlakuka oleh Wahyuni dkk pada tahun 2014 mencoba untuk mencari tahu pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan dekstrometorfan HBr dimana surfaktan yang digunakan adalah Tween 80 dan Span 80. Dimana obat ini dilarutkan didalam aquadest yang ditambahkan surfaktan berbagai konsentrasi untuk kemudian ditentukan kelarutannya dalam air dengan cara mengukur kadar dekstrometorfan yang larut dalam tiap larutan menggunakan instrumen spektrofotometri UV-Visible untuk kemudian dihitung kembali kadarnya dalam tiap larutan tersebut (4).…”

Pengaruh Komponen Hidrofobik Elastis terhadap Karakteristik Fisik dan Laju Disolusi Tablet Eritromisin Stearat

“…ASM memberikan hambatan sintering lebih baik dibandingkan PRS, namun sifat hidrofobik ASM dan kelarutannya yang rendah dalam air nampaknya lebih berperan dalam profil disolusi yang dihasilkan. PRS memiliki kelarutan dalam air lebih tinggi (0,014 g/mL dibandingkan 0,008 g/mL milik ASM) [19,20] sehingga meski lebih rendah menghambat sintering partikel ERS, keberadaan PRS dapat meningkatkan disolusi tablet ERS lebih baik dari ASM. mengindikasikan bahwa memperbaiki disolusi ERS yang rendah akibat sintering tidak hanya mempertimbangkan kemampuan komponen kedua mencegah sintering melainkan juga tingkat kelarutannya.…”