Pandemi Covid-19 menyebabkan menurunnya pertumbuhan ekonomi yang berdampak pada banyak sektor, salah satunya kehutanan. Masyarakat dan petani di sekitar kawasan hutan terimbas adanya kebijakan karantina wilayah, baik secara aksesibilitas maupun lapangan pekerjaan. Kawasan hutan perlu dihidupkan sebagai sumber mata pencaharian masyarakat desa hutan dan pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19, salah satunya melalui kegiatan perhutanan sosial (PS). Hasil kajian menunjukkan bahwa PS memiliki posisi yang strategis dalam mendukung pemulihan ekonomi masyarakat pasca pandemi Covid-19, yaitu melalui pembentukan dan peningkatan Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS). Sampai dengan 13 Desember 2021, PS telah menyasar 1.014 desa tertinggal dan 305 desa perbatasan. Pemberian persetujuan PS juga telah melibatkan 1.049.096 Kepala Keluarga (KK). Dari aspek usaha, terdapat 550 KUPS (Gold dan Platinum) yang telah mendapatkan manfaat ekonomi dari usaha PS, artinya KUPS telah memiliki akses pasar lingkup lokal, nasional, serta regional/internasional. Berdasarkan hasil kuesioner, 36,8% KUPS menilai bahwa PS telah menjadi mata pencaharian utama dan cukup memenuhi kebutuhan primer. Pendapatan KUPS berkisar antara Rp 25-75 juta/bulan. Kelompok masyarakat mengonfirmasi bahwa PS bisa menjadi solusi pemulihan ekonomi kelompok di masa pandemi, bahkan 96,8% KUPS menilai bahwa dengan diberikannya persetujuan PS bisa menjadi solusi perbaikan ekonomi kelompok. Dari sisi lingkungan, sebagian besar KUPS menyatakan bahwa perambahan kawasan hutan turun hingga 50%. Meskipun demikian, dalam pelaksanaannya PS masih memiliki beberapa kendala, salah satunya jumlah dan anggaran pendamping yang terbatas, serta belum sinerginya antara program yang mendukung PS. Untuk itu, regulasi percepatan pengelolaan PS yang terpadu dan terintegrasi perlu segera ditetapkan untuk mengakomodasi program dan kegiatan sektor lain yang mendukung PS serta untuk memberikan kepastian penganggaran dalam rangka keberlangsungan usaha PS.