Struktur Mitos Cupu Kyai Panjala Di Padukuhan Mendak: Tinjauan Etnolinguistik

Abstract

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan (1) struktur mitos Cupu Kyai Panjala, (2) makna ritual Cupu Kyai Panjala, dan (3) pola pikir, pandangan hidup, dan pandangan dunia masyarakat Mendak. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan etnolinguistik. Data penelitian ini berupa kata-kata dalam mitos Cupu Kyai Panjala. Analisis data menggunakan model etnosains dan metode agih, serta disajikan malalui metode formal dan informal. Hasil penelitian ini adalah (1) struktur mitos Cupu Kyai Panjala yang terbagi dalam empat episode; (2) makna denotasi dan makna leksikal pada ritual Cupu Kyai Panjala; dan (3) pola pikir masyarakat padukuhan Mendak terlihat dalam bentuk tingkah laku mereka sehari-hari yaitu kerja keras, kehatihatian, berjaga-jaga, dan menjaga keselarasan dengan alam. Pandangan hidup masyarakat bahwa manusia diciptakan sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Pandangan dunia masyarakat Mendak bahwa dunia ini bukanlah ada dengan sendirinya, melainkan ada yang mengadakan dan yang menguasai sebagai penguasa tertinggi, yaitu Tuhan. Kata kunci: cupu kyai panjala, struktur mitos, dan etnolinguistik.

Mengaji Pembukaan Cupu Kiai Panjala

“…Suciani (2015) yang sudah beberapa kali dikutip terkait ritual ini berusaha mengungkap perubahan sosial masyarakat selain dekripsi ritualnya. Putro (2018) dengan menggunakan pendekatan etnolinguistik menguraikan struktur mitos cupu. Kemudian ada sebuah kajian dengan objek yang sama dengan pendekatan sosiologi dan maqasid syar'iyyah mencoba membaca kosmologi Islam pesisir selatan (Suprianto & Anam, 2016).…”

“…Riwayat cerita Kiai Panjala selaku pemilik pertama dari Cupu ini sudah sering disinggung oleh penulis berita atau Peneliti sebelumnya. Kisah itu umumnya berdasar pada informasi dari Juru Kunci maupun Ahli waris (trah), baik hasil wawancara ataupun mungkin juga dari buku riwayat yang ada (Kurniawati, 2012;Putro, 2018;Suciani, 2015;Tugujogja, 2019). Jika dibaca kisah Kiai Panjala memang memiliki arah yang dapat diringkas dan ditarik dalam alur yang sama, dan demikianlah umumnya yang sering ditulis atau disampaiakan baik penulis berita, peneliti, perangkat desa, bahkan ahli waris dan juru kunci.…”

“…Nilai sosial ritual ini yang sudah ditulis, disimpulkan, maupun yang disampaikan oleh Peneliti dan penulis sebelumnya di antaranya adalah nilai kebersamaan (Kurniawati, 2012;Putro, 2018;Suciani, 2015;Tugujogja, 2019). Sejak mula, dari pesan yang disampaikan Kiai Panjala adalah saat prosesi diadakan makan 'kembul', yaitu makan dengan nampan/wadah yang tiap nampan dimakan oleh dua orang atau lebih.…”