Optimasi formula brownies berbasis tepung talas Banten (Xanthosoma undipes K. Koch) telah dilakukan dengan menggunakan desain mixture simplex lattice dari Response Surface Methodology (RSM). Pengaruh komposisi formula dari tepung talas Banten kisaran 70-100% dan maizena kisaran 0-30% terhadap karakteristik tekstur dan organoleptik Brownies dipelajari. Signifikansi seluruh model regresi yang menjelaskan pengaruh prosentase tepung talas dan maizena ditentukan dalam bentuk analisis ragam, nilai p dan R 2 . Hasil analisis ragam diperoleh seluruh respon memiliki nilai p yang signifikan dan R 2 diatas 0.8 (>80%). Berdasarkan hasil optimasi dari RSM diperoleh formula kombinasi tepung talas Banten dan maizena sebesar 86% -14% dengan nilai desirability sebesar 0,812 adalah formula optimum dan mengandung 4,66% protein, 33,84% lemak, 15,20% air, 1,66% abu, 44,64% karbohidrat, dan 11,26% serat pangan. Secara keseluruhan panelis memberikan penerimaan yang baik dengan nilai 6,7 dari 9,0. Kandungan serat pangan Brownies tergolong tinggi (16.05% dari Angka Label Gizi pada setiap takaran saji), sehingga dapat digolongkan sebagai pangan sumber serat. The optimum formulation for production of brownies made from Banten taro (Xanthosoma undipes K. Koch) was determined using response surface methodology (RSM). Effects of amount taro flour (70-100%) and its combination with corn starch (0-30%) on the textural characteristics and sensory qualities of cakes were investigated. Significant regression models explaning the effects of different percentages of Banten taro and corn starch on all response variables were observed with the coefficients of determination (R2) > 0.8. Response surface showed that the optimum formula was obtained from 86% Banten taro flour and 14% commercial corn starch with good acceptance for overall sensory properties. The optimum formula contained high dietary fiber (16.04% of nutrition facts label for each serving size) indicated a source of dietary fiber food. 6,7 . Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk meningkatkan konsumsi serat, salah satunya dengan memperkaya kandungan serat pangan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat.Indonesia sebagai negara beriklim tropis memiliki potensi di sektor pertanian yang cukup besar. Berbagai komoditas pertanian memiliki kelayakan yang cukup baik untuk dikembangkan di Indonesia, salah satunya umbi-umbian. Umbi-umbian merupakan bahan pangan yang memiliki rasa yang unik dan kandungan gizi yang baik, sehingga berpotensi untuk dikembangkan sebagai sumber pangan alternatif. Talas merupakan jenis umbi-umbian yang memiliki potensi besar sebagai bahan pangan sumber serat.Talas merupakan bahan pangan yang cukup populer di Indonesia. Pengolahan umbi talas sebagai bahan pangan di Indonesia masih tergolong sederhana. Umumnya talas hanya dimanfaatkan sebatas umbi segarnya saja yang diolah dengan cara direbus, disayur, digoreng, dan dibuat keripik. Talas memiliki kandungan pati yang tinggi sehingga berpotensi dijadikan sebagai bahan baku tepung-tepungan 8 .