Tingginya perilaku swamedikasi antibiotik dapat meningkatkan peluang penggunaan antibiotik yang tidak rasional sehingga berdampak pada peningkatan resistensi antibiotik. Perubahan perilaku swamedikasi antibiotik diperlukan untuk menurunkan penggunaan antibiotik yang irasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan persepsi masyarakat terhadap praktik swamedikasi antibiotik yang bermanfaat untuk mengembangkan model intervensi dalam rangka menurunkan praktik swamedikasi antibiotik (SMA). Studi observasional analitik dilakukan pada bulan November-Desember 2014 kepada masyarakat yang berkunjung ke fasilitas kesehatan primer di Kota Bandung. Wawancara terstruktur dengan menggunakan kuesioner tervalidasi dilakukan untuk melihat variabel perilaku swamedikasi serta variabel persepsi ancaman, keuntungan, hambatan, dan kemamampuan bertindak berdasarkan teori perubahan perilaku health belief model (HBM). Wawancara dilakukan terhadap 506 responden dewasa yang diambil secara acak di 43 puskesmas dan 8 apotek. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dan regresi logistik (CI 95%, α=5%).Validitas kuesioner dinyatakan dengan koefisien korelasi >0,3 dan nilai reabilitas alpha-cronbach sebesar 0,719. Terdapat 29,45% responden yang melakukan swamedikasi antibiotik selama 6 bulan terakhir. Tidak terdapat hubungan signifikan antara variabel HBM (persepsi ancaman, keuntungan, hambatan, dan kemampuan bertindak) dengan perilaku swamedikasi antibiotik (p>0,05). Persepsi ancaman, keuntungan, hambatan, dan kemauan bertindak berdasarkan teori HBM menunjukkan hubungan yang lemah terhadap perilaku swamedikasi antibiotik. Mudahnya akses dalam membeli antibiotik secara bebas diduga menjadi faktor dalam perilaku SMA sehingga regulasi yang ketat diperlukan sebagai dasar intervensi dalam menurunkan perilaku SMA.