Tingkat Partisipasi Masyarakat Terhadap Kawasan Konservasi Perikanan (Reservat) Lubuk Manik Kabupaten Bungo Provinsi Jambi.

Abstract

Perairan Sungai Batang Bungo merupakan salah satu sungai utama di Kabupaten Bungo dan merupakan bentuk perairan yang terbuka dan panjang mencapai kurang lebih 50 km. Rantau Pandan, desa yang memiliki kawasan konservasi perikanan (Reservat) lubuk larangan salah satunya yaitu : Reservat Lubuk Manik. Waktu penelitian dilaksanakan selama 4 (empat) bulan, tahap persiapan dan survei dilakukan bulan September–Oktober 20017 dan dilanjutkan dengan pengolahan data bulan November-Desember 2017. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat partisipasi masyarakat Kecamatan Rantau Pandan terhadap keberadaan Kawasan Konservasi Perikanan (Reservat) Lubuk Manik. Metode Penelitian Tingkat Partisipasi Masyrakat Terhadap Kawasan Konservasi Perikanan (Resevat) Kabupaten Bungo adalah metode survey dan wawancara langsung, dengan cara mengambil sampel secara acak, sampel atau reponden diambil secara acak dengan menggunakan SWOT terhadap Kawasan Konservasi Perikanan (Resevat).Hasil penelitian menunjukan bahwa Tingkat Patisipasi masyarakat umum dengan melibatkan 80 orang responden untuk pengelolaan Kawasan Konservasi kategori rendah dengan nilai 1685 dalam persentase (21,06 %), Tingkat partisipasi Pemangku Kepentingan dengan jumlah responden sebanyak 20 orang responden dimana tingkat partisipasi dalam kategori rendah dengan nilai partisipasi sebesar 622 dengan persentase sebesar (31,1 %). Kata Kunci : Partisipasi dan Kawasan Konservasi perairan (Reservat)

Changing lifestyles in converted forests: the impact of logging operations on the Orang Rimba, Jambi, Indonesia

“…In this way they were able to overcome the fate of just becoming the victims of the interventions, and redefine their identity as Orang Rimba. To a considerable extent these reactions and strategies were also shaped and influenced by activist researchers and members of NGOs (Manurung 2007, Sulistiya et al 2007, Suryani 2021and Arizona 2022, who were often inspired by the international discourse on the rights of Indigenous peoples. Slowly, the fruits of this discourse also trickled down in Indonesia not only through a number of governmental decisions and adaptations of policies in terms of cultural and religious rights but also in terms of land right policies which are slowly being implemented.…”