Penggunaan tata ruang seringkali mengabaikan konsep Asta Kosala-Kosali. Investasi pariwisata di Bali dalam pemanfaatan ruang dan lingkungan ditandai dengan berbagai bentuk pelanggaran pemanfaatan ruang yang banyak terjadi di beberapa daerah, terutama Badung, Gianyar, Singaraja, Tabanan, Klungkung, Karangasem dan Kota Denpasar. Bentuk pelanggaran radius jurang, pantai, sungai dan danau yang berdampak negatif bagi lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap problematika fungsi dari lemahnya fungsi peraturan perundang-undangan dalam pengendalian investasi pariwisata. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan hukum berorientasi kebijakan. Jenis penelitian ini adalah yuridis normatif. Informan ditentukan secara purposive. Pengambilan data di Provinsi Bali dengan jumlah informan 18 orang di 8 kabupaten dan 1 kotamadya dengan sampel desa wisata Tanah Lot, Kabupaten Tabanan, Lovina, Kabupaten Buleleng, Amed di Kabupaten Karangasem, dan hutan mangrove di komando kecamatan Denpasar. Hasil analisis bahan hukum disajikan dengan menggunakan teknik analisis deskriptif. Hasil analisis peneliti terhadap sejumlah objek wisata di Provinsi Bali, seperti wisata Tanah Lot, Lovina, Amed, dan mangrove di Denpasar, menunjukkan bahwa pengembangan pariwisata di beberapa daerah di Bali belum mendapat perhatian. analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) dan mengabaikan konsep Asta sebagai isi instrumen hukum pengendalian investasi sebagai alternatif perwujudan investasi pariwisata yang berkelanjutan.