Transformasi Folklore Dhukutan Menjadi Film Dokumenter: Sebuah Inspirasi Di Era Industri Kreatif

Abstract

Watugunung adalahsalah satu khazanah folklore yang masih eksis di Dataran Tinggi Lawu. Folklore ini telah memberikan inspirasi dan mewarnai karakter masyarakat Nglurah untuk tetap bertahan dan beradaptasi dengan kondisi lingkungan serta geografis dataran tinggi pegunungan. Bahkan, folklore tersebut juga telah menjadi system proyeksi tentang tata ruang yang semestinya senantiasa dijaga dan dilestarikan sebagai bagian menjaga keseimbangan kosmos. Nilai-nilai kearifan tersebut yang kemudian mampu mengangkat destinasi wisata yang berupa Candi Menggung dengan segala makna filosofinya. Oleh karena itu, di masa pandemi covid 19 yang belum juga usai, terbersitlah ide untuk mengemas folklore tersebut menjadi film documenter. Dengan kemasan tersebut, diharapkan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Nglurah, Tawangmangu dapat menjadi sumber inspirasi bagi para pegiat atau pelaku budaya di berbagai daerah sebagai bentuk nyata upaya preservasi dan sekaligus konservasi budaya. Walaupun hal tersebut tentu saja menjadi sebuah tantangan baru bagi para kreator muda. Namun, bukan berarti hal tersebut tidak bisa dilakukan. Dengan perencanaan dan penelitian pendahuluan yang memadai serta tim yang solid, maka segala kendala dapat diminimalisisasi. Dengan demikian, kehadiran film-film dokumenter akan memperkaya khazanah dunia sinema di Indonesia dan dunia internasional.

Creative Process of Documentary Production The Bakti Purnamasari Traditional Ceremony as a Form of Cultural Resilience

“…These three stages are of course part of the creative process in which several ideas have been formulated to work on that have been designed. These three stages are divided into pre-productions, production and post-production stages [10,13,14].…”