Masa remaja ditandai dengan pertumbuhan dan kematangan seksual yang berdampak pada perubahan bentuk tubuh, sehingga perhatian pada citra tubuh menuntun pada usaha-usaha mengontrol berat badan. Namun demikian, hal tersebut tentunya tidak dengan mudah dilakukan, sehingga remaja menjadi rentan terhadap permasalahan citra tubuh. Hal tersebut didukung dengan aspek psikososial dimana pada usia tersebut lingkup sosial remaja telah berfokus pada teman sebaya, sehingga peran dari teman sebaya tentu mempengaruhi kondisi psikososial remaja, khususnya kesehatan mental remaja. Tidak sedikit memunculkan perilaku-perilaku beresiko pada remaja, seperti bullying, khususnya Body shaming. Body shaming pada remaja beresiko mengurangi kesehatan mental pada individu, seperti rentan melakukan perilaku diet yang salah, mengalami gangguan makan, gelotophobia, dan sebagainya. Berdasar hal itu, pemerintah melalui UU ITE (Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik) Pasal 45 ayat 1 dan Pasal 27 ayat 3 dan Pasal 310 KUHP turut menekankan pentingnya menghindari Body shaming. Psikoedukasi tentang body shaming perlu diberikan sejak dini, yaitu salah satu program pencegahan untuk meningkatkan pemahaman remaja mengenai pengertian, dampak-dampak, dan strategi mengurangi Body shaming. Hasil dari kegiatan ini siswa lebih memahami dampak body shaming dan memberi kesempatan untuk remaja terbuka dengan pengalamannya.