ABSTRAKPola waveform data satelit altimeter mempengaruhi tingkat akurasi hasil estimasi ketinggian paras laut dari satelit altimeter. Pola waveform yang ditemui di perairan pesisir umumnya tidak mengikuti pola waveform yang ideal (Brown-waveform) sehingga menghasilkan estimasi ketinggian paras laut yang tidak akurat. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pola waveform dari satelit altimeter dan menentukan variabilitasnya. Data yang digunakan adalah data satelit altimeter Jason-2 SGDR (Sensor Geophysical Data Record) tipe D pada perairan selatan pulau Jawa selama tahun 2013 yang diperoleh dari situs jaringan data "NOAA's Comprehensive Large Array-data Stewardship System" (www.class.ncdc.noaa.gov). Identifikasi waveform dilakukan sepanjang lintasan Satelit Altimetry Jason-2 yang dibagi menjadi tiga kategori jarak yaitu, 0 -10 km (wilayah pesisir), 10 -50 km (transisi wilayah pesisir-laut lepas), dan 50 -100 km (laut lepas atau laut dalam). Hasil penelitian menunjukkan, secara umum, ditemukan empat bentuk non-Brown-waveform pada daerah study. Jumlah non-Brownwaveform terbanyak (69%) ditemui pada daerah pesisir pada jarak 0-10 km dari garis pantai. Sedangkan pada jarak 10-50 km (wilayah transisi pesisir-laut lepas) dan 50-100 km (laut lepas) dari garis pantai, jumlah non-Brown-waveform masing-masing 5% dan 3%. Pola Brownwaveform umumnya sudah dapat ditemui mulai pada jarak 7,58 km dari garis pantai, namun di laut lepas terkadang masih ditemui non-Brown-waveform. Faktor daratan dekat perairan pesisir, kedalaman dan bentuk permukaan perairan, aerosol di atmosfer, bangunan (contoh: mercusuar atau kapal) yang ditemui di daerah pesisir diduga menjadi penyebab noise pada waveforms.