This research aimed to examine the correlation between religiosity and the academic procastination. This study also intended to reveal the difference of college student's religosity and the academic procastination observed from gender, etnics, and programs of study. Purposive sampling was used in this study. The subjects of this study were college students in faculty of Dakwah dan Komunikasi. They were male and female which at least 2011 to 2013 of entering years. There were 185 colleges students involved in this research, 67 males and 118 females. The results of the Pearson Correlation Analysis indicated that there were a significant and negative correlation between religiosity and the the academic procastination. With "r" scores was 0.410, and"p"< 0.01 was 0.000. The results of independent-sample t test also indicated that there were difference between religiosity and academic procastination observed from studies program. The religiosity of PMI program was the higher than others (KPI, BKI, MD and IKS). And the higher of academic procastination was the IKS program study. A. PendahuluanFakultas Dakwah dan Komunikasi telah melakukan peningkatan standar mutu sesuai dengan Standar Sistem Pendidikan Nasional. Paling tidak secara umum penyelenggaraan perguruan tinggi bertujuan meluluskan calon-calon sarjananya secara profesional dan tepat waktu dalam penyelesaian studinya. Sehingga target yeng ditetapkan cukup rasional, bahwa 90 % mahasiswa mampu menyelesaikan masa studinya tepat waktu, yakni selama delapan semester. Realitasnya, kondisi tersebut ternyata sangat sulit diwujudkan.Berdasarkan hasil identifikasi, di Fakultas Dakwah dan Komunikasi pada Tahun Ajaran 2015/2016 mahasiswa yang menyelesaikan studi tepat waktu (7 sampai 8 semester) baru mencapai 70 %. Hal ini masih jauh dari harapan. Kondisi ini disinyalir banyak faktor yang mempengaruhinya, salah satunya adalah faktor psikologis mahasiswa itu sendiri, seperti kebiasaannya menunda tugas-tugas akademiknya. Hal ini diketahui dari hasil wawancara terhadap beberapa dosen, bahwa rata-rata mahasiswa mengumpulkan tugas-tugas yang diberikan selalu terlambat dari yang telah ditetapkan, atau molor sampai detik-detik akhir.
Tawuran antar pelajar sudah menjadi tradisi yang mengakar di kalangan pelajar. Hal ini telah menimbulkan keprihatinan dan keresahan terhadap calon-calon generasi penerus bangsa ini. Oleh sebab itu, artikel ini akan mengeksplorasi apa dan bagaimana, sekaligus menawarkan intervensi sebagai solusi alternatif dalam menangani tawuran antar pelajar. Analisis yang dalam terhadap akar permasalahan yang menjadi faktor penyebab tawuran akan menjadi titik tolak untuk merumuskan solusi yang tepat sebagai alternatif dalam penanganan tawuran. Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor penyebab tawuran antar pelajar secara umum dapat dikategorikan menjadi dua. Pertama, faktor internal pelajar sebagai remaja, yang tidak lepas dari aspek-aspek psikologis yang melingkupi kehidupannya sebagai remaja. Kedua, adalah faktor eksternal dari luar diri remaja yang berupa kondisi lingkungan sosial di sekitar remaja. Melalui faktor-faktor inilah kemudian alternatif solusi yang bisa ditawarkan adalah pendekatan kesehatan mental. Pendekatan kesehatan mental yang paling tepat adalah intervensi primer atau tindakan preventif dengan memodifikasi lingkungan dan memperkuat kapasitas sasaran (remaja sebagai pelajar). Kata Kunci: Tawuran antar pelajar, intervensi (penanganan)
Well-being in essence is not just material or physical prosperity, but how each individual gets the opportunity to develop his full potential, including spirituality. This study aims to explore the factors that influence spiritual well-being. The method used in this research is a systematic review. The findings of this study are factors that affect spiritual well-being including: mental health, spiritual coping, life satisfaction, hope, primary emotions, mindfulness, self-compassion, perceived social support, quality of life, adjustment to chronic diseases, psychological disorders, psychological well-being, and psychological resilience.
WAIS (Wechsler Adult Intelligence Scale) sebagai skala kecerdasan sejak kemunculannya telah banyak menarik perhatian para ahli psikologi. Kemampuannya dalam mengestimasi kemampuan kognitif individu belum ada bandingannya. Apalagi dalam pengembangan yang lebih luas, ternyata kemampuannya tidak terbatas pada individu yang normal semata, tetapi juga menyangkut individu yang mengalami gangguan psikiatrik. Bahkan kemampuannya tidak hanya mengukur tingkat kecerdasan, tetapi juga mampu menjadi alat diagnosis bagi asesmen klinis.Tujuannya adalah untuk mengetahui tentang model short form pada tes WAIS untuk klien psikiatri, tingkat validitas dan reliabilitasnya, serta implementasi dari sort form tes WAIS ini pada klien psikiatrik. Metode ADS (Analisis Data Sekunder) digunakan sebagai metode penelitian. Hasilnya, model short form yang digunakan untuk klien psikiatrik ada dua, yaitu model pemilihan aitem (butir-butir pertanyaan) dan model pemilihan sub-tes. Adapun untuk Validitas dan reliabilitas short form tes WAIS ternyata memiliki tingkat validitas dan reliabilitas yang tinggi (hamper sama skornya dengan tes WAIS yang full). Sedangkan untuk implementasi sort form tes WAIS untuk klien psikiatrik. Ternyata tes WAIS juga memiliki kemampuan dalam mengukur kecerdasan atau tingkat IQ individu yang tergolong dalam gangguan psikiatrik serta mampu mendiagnosis gangguan yang diderita oleh klien psikiatrik.
AbstrakTulisan ini bermaksud menjabarkan cara atau metode yang dilakukan oleh guru BK dalam mengatasi emosi negatif siswa tunanetra dan mengetahui jenis-jenis emosi negatif siswa tunanetra di MAN magguwoharjo. Siswa tunanetra cenderung memiliki berbagai masalah yang berhubungan dengan masalah psikologi, pribadi, sosial maupun emosi. Masalah-masalah yang sering muncul dan dihadapi dalam perkembangan emosi anak tunanetra ialah ditampilkannya gejala-gejala emosi yang tidak seimbang atau pola-pola emosi yang negatif dan berlebihan. Dari permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan upaya-upaya khusus untuk mencegah jangan sampai permasalahan tersebut semakin mendalam. Di sinilah peran guru BK di sekolah sangat dibutuhkan dan diharapkan mampu membina siswa tunanetra dalam mengelola emosinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis emosi negatif siswa tunanetra dan metode layanan konseling individu yang digunakan oleh guru BK di MAN Maguwoharjo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat jenis-jenis emosi negatif yang dialami oleh siswa tunanetra di MAN Maguwoharjo, yaitu emosi marah, emosi sedih, emosi takut dan emosi benci, sedangkan metode konseling individu yang digunakan adalah metode konseling direktif dan metode konseling eklektif.Kata kunci: Konseling Individu, Emosi Negatif Siswa Tunanetra.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.