Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan potensi protein kolagen yang terdapat pada kulit kaki ternak(kulit kaki ayam broiler/kka, kulit kaki kambing/kkk dan kulit kaki sapi/kks) menjadi produk gelatin dan mengkajipotensinya sebagai edible film. Ekstraksi protein pada kka, kks, dan kkk dalam water bath yang sebelumnyadicuring dengan asam asetat (1,5%) selama 3 hari. Dilanjutkan produksi edible film dalam 100 ml aquades denganperlakuan formulasi gelatin dan gliserol (1:0); (5:1); (10:1); (15:1) dan (20:1). Hasil penelitian menunjukkan bahwagelatin kks paling tinggi (P<0,05) kandungan proteinnya (85,17%) diikuti gelatin kkk (80,38%) dan kka (79,43%).Namun secara viskositas gelatin kkk (5,70 poise) paling tinggi (P<0,05) diikuti oleh kks (5,27 poise) dan kka (4,93poise). Hasil analisis FTIR menunjukkan bahwa gelatin jenis kks, kkk, dan kka terbukti sebagai gelatin melaluikarakterisasi serapan gugus fungsi. Karakterisasi tersebut terbagi dalam 4 bagian puncak serapan khas gelatinyaitu serapan amida A, amida I, amida II dan amida III. Kajian penggunaan jenis gelatin-gliserol dengan rasioberbeda menghasilkan viskositas edible film yang cenderung meningkat (P<0,05) dengan rentang rata-rata 1,89-3,77 poise. Sementara kandungan proteinnya nyata berbeda dengan nilai tertinggi pada rasio 10:1. Kandunganprotein edible dari gelatin kkk tertinggi (P<0,05) diikuti kka dan kks dengan nilai berturut-turut (0,38%; 0,27%dan 0,25%). Kesimpulan penelitian bahwa gelatin kks nilainya lebih tinggi diikuti kkk dan kka. Penggunaan ketigajenis gelatin ini sebagai edible film menghasilkan formula terbaik pada rasio 10:1 yaitu 10 g gelatin dan 1 ml gliseroldalam 100 ml aquades.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui performans kelinci jantan lokal (Lepus nigricollis) yang diberi ransum dengan kandungan energi termetabolis berbeda. Percobaan dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan empat perlakuan dan empat ulangan. Perlakuan dalam penelitian ini adalah: ransum dengan kandungan energi termetabolis 2200 K.kal/kg (R1), 2500 K.kal/kg (R2), 2800 K.kal/kg (R3) dan 3100 K.kal/kg (R4). Ransum dibuat iso protein dengan kandungan protein kasar 16%. Kelinci yang dipergunakan adalah kelinci jantan lokal lepas sapih dengan umur 4-5 minggu. Variabel yang diamati adalah koefisien cerna bahan kering, efisiensi perubahan GE menjadi DE, berat badan akhir, konsumsi ransum, pertambahan berat badan dan konsumsi air minum. Tidak terjadi perbedaan yang nyata (P>0,05) pada perlakuan ransum terhadap variabel koefisien cerna bahan kering, efisiensi perubahan GE menjadi DE dan konsumsi air minum. Kelinci yang mendapat perlakuan ransum R1 menghasilkan berat badan akhir paling rendah yang berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan R2, R3 dan R4. Konsumsi ransum pada kelinci yang mendapat perlakuan R1 paling rendah yang berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan R2, R3 dan R4. Kelinci yang mendapat perlakuan R3 menghasilkan pertambahan berat lebih tinggi (P<0,05) daripada R2 dan R1 namun perlakuan R3 berbeda tidak nyata (P>0,05) dibandingkan dengan R4. Nilai konversi ransum pada kelinci yang mendapat perlakuan R1 paling tinggi yang berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan R2, R3 dan R4. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ransum dengan kandungan energi termetabolis 2800 K.kal/kg (R3) menghasilkan performans lebih tinggi daripada 2200 K.kal/kg (R1), 2500 K.kal/kg (R2) dan 3100 K.kal/kg (R4).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ragam bahan penyusun pakan tradisional babi bali dan sekaligusmengetahui kandungan nutrisinya. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan Juli sampai September2014. Data ini sangat diperlukan untuk menjelaskan mengapa babi bali sampai saat ini masih bisa bertahan dibeberapa daerah di Bali. Penelitian menggunakan metode survei dan penentuan responden menggunakan teknikpurposive sampling atau juggmental sampling dengan pertimbangan populasi babi bali di Bali tidak merata,hanya ada di beberapa kabupaten. Kabupaten yang dipilih adalah Klungkung, Karangasem dan Buleleng. Pemilihankabupaten tersebut berdasarkan populasi babi bali di Kabupaten tersebut paling tinggi dibandingkan dengankabupaten lainnya. Dari masing-masing kabupaten diambil 30 peternak sebagai responden. Selanjutnya diambil10 sampel ransum yang komposisi bahannya paling dominan untuk dianalisa proksimat di laboratorium. Datayang diperoleh dianalisis secara deskriptif sehingga mampu memberi gambaran yang akurat tentang ragam bahanpenyusun pakan tradisional babi bali. Berdasarkan hasil pengamatan lapangan disimpulkan bahwa sebagian besar(85%) peternak babi bali memberikan dedak padi dan batang pisang sebagai pakan utama. Cara pemberian pakanada yang dimasak dan tidak dimasak. Pakan tambahan yang diberikan berupa limbah dapur. Peternak memberipakan dua kali sehari.
The research objective was to know the performance of male Bali duck fed ration half or all replacement of fish mill with golden snail mill. The research results showed that initial body weight of the animals fed ration without replacement of fish mill (R0), replacement 25% fish mill with golden snail mill (R1), replacement 50% fish mill with golden snail mill (R2), replacement 75% fish mill with golden snail mill (R3) and replacement 100% fish mill with golden snail mill (R4) were 610.00 g, 604.25 g, 607.75 g, 591.50 g and 615.50 g respectively which was statistically no significant difference (P > 0.05). End body weight and body weight gain of the animals fed treatment ration R3 and R4 were a lower significant difference (P <0.05) than on the animals fed R2, R1, and R0. There was no significant difference (P < 0.05) on the variable of ration consumption and ration conversion of the animals fed ration fish mill replacement with golden snail mill on a different level. From the research results could be concluded that fish mill in ration could be replaced with golden snail mill up to 50% without decreased of the animal performance.
The research was intended at increasing the productivity of Bali ducks through the utilization of fermented wine waste. The study used a completely randomized design (CRD), four treatment rations, and five replications. There were 40 experimental units. Each unit of experiment used five ducks. The total of ducks used was 100. The treatments imposed on ducks were ducks fed with no fermented wine (R0), containing 5% fermented wine (R1), containing 10% fermented wine (R2), containing 15% fermented wine (R3). The variables were examined namely performance, carcass, and digest coefficient. The results showed dietary consumption, final body weight, weight gain, and feed conversion did not show significant differences (P>0.05) among treatments. The conclusion is the use of fermented grape wine waste up to 15% level not significantly affect the digestibility of rations, the performance, and carcass of male Bali ducks.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.