Artikel ini membahas mengenai warisan Pendudukan Jepang sebagai potensi wisata sejarah di Sumatera Timur. Zaman Pendudukan Jepang merupakan periodisasi sejarah yang kerap dilupakan dan diabaikan dalam kajian-kajian sejarah. Sejarah terkait Zaman Pendudukan Jepang dan segala tinggalannya juga jarang sekali menjadi perhatian pembangunan dan pelestarian. Zaman Pendudukan Jepang perlu ditinjau kembali untuk melihat peluang-peluang baru dan sejauh mana potensinya bagi masyarakat. Penelitian ini melihat adanya peluang di bidang pariwisata. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan sejarah. Data yang digunakan berasal dari berbagai sumber sekunder (studi literatur). Beberapa peninggalannya yang teridentifikasi adalah Lubang Jepang di Batu Bara, Sungai Buatan di Deli Serdang, dan Benteng Jepang di Kota Medan. Peninggalan-peninggalan tersebut punya potensi sebagai destinasi wisata sejarah namun belum pernah dipertimbangkan oleh pemerintah daerah sebagai proyeksi pariwisata masa depan.
Indies culture is a reflection of the lifestyle patterns adopted by a small part of the inhabitants of the archipelago in the colonial period. The Indies lifestyle experienced a glorious period until the beginning of the 20th century. Supporters of Indies culture were not only Dutch, but the indigenous elite group had also entered the Indies' cultural circle. The background to the emergence of Indies culture began with the presence of the Dutch in the Archipelago. The presence of the Dutch caused a meeting of two cultures, namely Western and Eastern cultures, which gave rise to a new culture, namely the Indies culture. At the beginning of its development, cultural change became a mixture of Dutch and Javanese. Channels of the development of Indies culture influenced housing, art, science, and religion. Today's culture can still be seen from colonial buildings, birth ceremonies, marriages, and deaths.Keywords: Indies culture, culture acculturation, colonial heritage.
Peradaban pesisir timur Sumatera terjadi akibat dari aktivitas perdagangan yang terjadi di kawasan sepanjang pesisir. Peradaban masa lampau tentulah meninggalkan jejak-jejak kehidupannya berupa fragmen keramik, tembikar, bangunan, bata, nisan dan sebagainya. Di Pesisir timur Sumatera Utara terdapat satu kawasan situs, yaitu Situs Kota Rentang yang dahulunya merupakan kawasan perdagangan yang aktif pada masa lampau. Kawasan ini menjadi salah satu poros peradaban di Sumatera Utara selain Pulau Kampai dan Situs Kota Cina. Dengan banyaknya temuan arkeologis di kawasan ini membuktikan bahwa kawasan ini dahulunya ramai didatangi pedagang-pedagang luar nusantara untuk melakukan proses niaga dengan pedagang setempat. Hal ini tentu saja membuat terjadinya interaksi lokal dengan internasional, yang mempengaruhi cerita sejarah di Sumatera Utara.Kata kunci: situs arkeologis, Kota Rentang, kemaritiman.Peradaban pesisir timur Sumatera terjadi akibat dari aktivitas perdagangan yang terjadi dikawasan sepanjang pesisir. Peradaban masa lampau tentulah meninggalkan jejak-jejakkehidupannya berupa fragmen keramik, tembikar, bangunan, bata, nisan dan sebagainya. DiPesisir timur Sumatera Utara terdapat satu kawasan situs, yaitu Situs Kota Rentang yangdahulunya merupakan kawasan perdagangan yang aktif pada masa lampau. Kawasan inimenjadi salah satu poros peradaban di Sumatera Utara selain Pulau Kampai dan Situs KotaCina. Dengan banyaknya temuan arkeologis di kawasan ini membuktikan bahwa kawasan inidahulunya ramai didatangi pedagang-pedagang luar nusantara untuk melakukan proses niagadengan pedagang setempat. Hal ini tentu saja membuat terjadinya interaksi lokal denganinternasional, yang mempengaruhi cerita sejarah di Sumatera Utara.Kata kunci: situs arkeologis, Kota Rentang, kemaritiman.
This article discusses the scorched earth tragedy that occurred in Pangkalan Brandan during the Indonesian independence revolution. Pangkalan Brandan is an area that is included in the territory of the Sultanate of Langkat. Before being managed by a foreign company, the oil mines in this area were managed by the local community in a traditional way. However, after the discovery of new oil wells in Telaga Said and Telaga Tunggal by the Dutch East Indies company Koninklijke Nederlandsche Maatschappij tot Exploitatie van Petroleumbronnen in Nederlandsch Indie, the management of Brandan petroleum was managed in a modern way. This study uses the historical method in four writing steps, namely; heuristics, verification or criticism, interpretation, and historiography, based on library research related to the topic under study. At the end of the Dutch East Indies rule, the Brandan petroleum mine was burned by the Dutch due to the imminent arrival of Japanese troops. Then after being controlled by Indonesia, there was another scorching of the Pangkalan Brandan oil refinery carried out by fighters and the surrounding community. This terrible tragedy is still celebrated as the "Scorched Earth Pangakalan Brandan" event.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.