This study aims to analyze Indonesia’s peat ecosystem protection policy in handling forest and land fires (karhutla). The qualitative research method employs a historical approach relating to the policies of the Republic of Indonesia’s government, including general policies and implementation policies. The limitation of the research is for three decades, namely 1990-2020. The primary data was collected through interviews, and the secondary data was collected through library research techniques and online data retrieval. The study’s findings show that, although forest and land fires have been occurring for a long time, specific protection regulations only began in the early 1990s. Following that, there was a shift in policy orientation from utilization to sustainable development. Indicators of achievement of policy implementation are seen through the area of burned land and the number of fire hotspots. It decreased in the last half-decade or post-karhutla in 2015 after going through policy corrections and actions, which changed the working paradigm of forest and land fire control from extinguishing prevention.
Pandemi Covid-19 mempengaruhi sektor pariwisata, terutama bagi masyarakat yang mengelola ekowisata mangrove kawasan pesisir secara swadaya. Seperti persoalan yang dialami mitra masyarakat Ekowisata Mangrove Sungai Bersejarah Kayu Ara Permai, yang disebabkan rendahnya aksesibilitas mitra terhadap kebijakan ekosistem mangrove dan ekowisata kawasan pesisir, baik dari kebijakan pemerintah maupun pihak swasta. Selain itu masalah mitra lainnya, masih melakukan promosi dan penyebarluasan informasi potensi ekowisata secara tradisional, tidak memahami manajemen tata kelola ekowisata yang baik, tidak tersedianya sarana infrastruktur pendukung, termasuk masih rendahnya pengetahuan danpeningkata kesadaran masyarakat untuk mengelola ekowisata menyikapi kebijakan pariwisata masa new normal. Pengabdian dilakukan dengan memberikan pendampingan tata kelola administratif, sosialisasi, pelatihan, dan FGD (focus group discussion) guna memaksimalkan potensi ekowisata mangrove untuk alternatif ekonomi masyarakat sekitar. Pelaksanaan kegiatan menggunakan pertemuan tatap muka dan daring bersama pengurus kelompok pengelola ekowisata, perangkat desa, masyarakat, dan pihak swasta. Hasil kegiatan berupa peningkatan pemahaman dan keterampilan masyarakat mengembangkan ekowisata di masa pandemi peningkatan kualitas pelayanan ekowisata, peningkatan ketenteraman atau kesehatan masyarakat umum, dan akses dana melalui kebijakan padat karya di masa pandemi Covid-19 senilai Rp 230 juta dari pemerintah (KLHK) dan swasta, untuk pembangunan infrastruktur ekowisata, sehingga mitra memiliki tambahan modal guna meningkatkan pendapatan dari berbagai potensi Ekowisat Mangrove Kayu Ara Permai. Mitra dan masyarakat sekitar menjadi sadar tahu dan ikut terlibat aktif dalam menggerakkan perekonomian melalui sektor ekowisata, dengan tetap menerapkan protokol kesehatan Covid-19.
Maintaining food security in traditional communities in forest conservation villages is to use land in village yards/gardens to produce family food. The Sadan settlement is a hamlet in the Bukit Tigapuluh National Park (TNBT), and the people of this village depend heavily on the forest to support their family's economy. Adult men in the village make mandah (out) from the village and collect non-timber forest products such as resin, jernang, petai and others. Meanwhile, women and children live in the hamlet. Women in Sadan village, become partners in this community service activity. The residents of Sadan village have not optimally utilized the gardens/yards in the hamlet for production activities that have economic value through food crop cultivation activities. This is due to limited knowledge in harvesting and cultivation techniques. This community service activity aims to provide counseling, training and land use practices. The implementation of this service activity is carried out with an approach to counseling and demonstration methods. The results of this service have influenced changes in the knowledge and views of participants, especially the use of yard/garden land to meet family food.
Fokus kegiatan melaksanakan 'Diseminasi Informasi Perubahan Iklim Berbasis Quick Response Code di Ekowisata Mangrove Sungai Bersejarah'. Ini upaya mendorong terbentuknya sektor pariwisata terintegrasi dengan konsep green economy, terutama untuk edukasi mitigasi dampak perubahan iklim melibatkan masyarakat kawasan pesisir. Mitra adalah Kelompok Konservasi Laskar Mandiri yang mengelola Ekowisata Mangrove Sungai Bersejarah (MSB) di Kampung Kayu Ara Permai, Siak, Riau. Permasalahan mitra adalah (a) rendahnya pengetahuan tentang informasi perubahan iklim, (b) mitra tidak memiliki keterampilan untuk diseminasi informasi perubahan iklim berbasis digital. Tujuan kegiatan untuk (a) memberikan pengetahuan tentang informasi perubahan iklim; (b) memberikan keterampilan pada mitra untuk diseminasi informasi perubahan iklim berbasis QR Code. Metode dan langkah solusi bagi mitra melalui (a) sosialisasi pengetahuan tentang informasi perubahan iklim; (b) pendampingan dan penerapan iptek diseminasi informasi perubahan iklim berbasis QR code. Target capaian kegiatan (a) meningkatkan pengetahuan mitra tentang perubahan iklim; (b) mitra memiliki keterampilan sekaligus aset diseminasi informasi perubahan iklim untuk menunjang kegiatan edukasi di ekowisata mangrove sungai bersejarah berbasis QR Code. Urgensi kegiatan mengacu rencana strategis Universitas Lancang Kuning tahun 2020-2024 terkait lingkungan dan kebencanaan. Kegiatan melibatkan tiga Dosen dari dua bidang kapakaran berbeda,yakni Prodi Administrasi Publik dan Prodi Ilmu Perpustakaan Universitas Lancang Kuning, serta melibatkan dua orang mahasiswa. Target luaran adalah publikasi ilmiah di jurnal nasional, terbit publikasi media massa, peningkatan pemahaman, keterampilan, dan pengetahuan masyarakat, serta buku monograf. Dari kegiatan pengabdian ini diharapkan diseminasi informasi iklim berbasis QR Code dapat memitigasi bencana iklim di kawasan pesisir Siak, sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengelolaan ekowisata yang berkelanjutan.
The serious global problem facing mankind today is climate change which requires adaptation and mitigation efforts. The purpose of this study was to determine the values contained in the Riau Malay Teaching Guide in relation to climate change mitigation policies. This study uses a qualitative method with an analytical approach to popular culture documents recorded by Tenas Effendy, Tunjuk Ajar Melayu (TAM) which has been designated as an intangible cultural heritage (WBTB) of Indonesia, with other main data sources observation and interviews with relevant sources. The writing uses a post-critical ethnographic approach, which has the principle of elevating the emic perspective of local culture in the midst of ethical goals and perspectives, namely climate change mitigation policies. Found various values in TAM that are relevant to the implementation of climate change mitigation policies, especially in forest and land fire control activities; the value of local wisdom in Malay teaching and learning is very universal; and there are obstacles because TAM is not a binding formal policy. This research contributes to anthropology in relation to administrative science. Especially finding the novelty of the role of local wisdom in the process and implementation of public policies for climate change mitigation.Keywords: Riau Malay Culture, Tunjuk Ajar Melayu, Climate Change Policy AbstrakPerubahan iklim menjadi permasalahan global yang serius dihadapi umat manusia yang memerlukan upaya adaptasi dan mitigasi. Kajian ini guna mengetahui kandungan nilai dalam Tunjuk Ajar Melayu Riau dalam kaitannya dengan kebijakan mitigasi perubahan iklim. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan analisis dokumen budaya popular catatan Tenas Effendy, yakni Tunjuk Ajar Melayu (TAM) yang telah ditetapkan ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda (WBTB) Indonesia, dengan sumber data utama lainnya observasi dan wawancara dengan narasumber yang relevan. Adapun penulisan menggunakan pendekatan etnografi post kritis dalam hal ini kajian terhadap kebijakan mitigasi perubahan iklim. Ditemukan berbagai nilai-nilai dalam TAM yang relevan dengan implementasi kebijakan mitigasi perubahan iklim khususnya pada kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan; nilai kearifan lokal dalam tunjuk ajar Melayu bersifat sangat universal; dan terdapat hambatan karena TAM bukan kebijakan formal yang mengikat. Penelitian ini berkontribusi terhadap antropologi dalam kaitannya dengan ilmu administrasi. Terutama menemukan kebaruan peran kearifan lokal pada proses dan implementasi kebijakan publik untuk mitigasi perubahan iklim.Kata Kunci: Budaya Melayu Riau, Tunjuk Ajar Melayu, Kebijakan Perubahan Iklim
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.