Hybrid Arbitration adalah penyelenggaraan proses arbitrase yang juga menggunakan satu atau lebih bentuk Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) lainnya, baik pada awal proses maupun selama proses penyelesaian sengketa perdata berlangsung. kelebihan dari penggunaan metode hybrid arbitration ialah memberikan putusan yang final, Lebih murah dan lebih efektif dari arbitrase atau pengadilan, dan Keluwesan proses dapat membantu menyelesaikan sengketa. Kelemahan hybrid arbitration, antara lain: Para pihak mungkin tidak ingin menyelesaikan sengketa mereka secara damai, rentan dan dapat ditantang serta Para pihak khawatir bila Arbitrator mungkin tampak, dan mungkin benar-benar menjadi berat sebelah. Penyelesaian sengketa perdata menggunakan metode hybrid arbitration sebenarnya tidak berbeda jauh dengan metode penyelesaian sengketa perdata melalui arbitration karena metode hybrid arbitration merupakan penggabungan dari arbitrase dan mediasi. Perbedaannya hanya terletak pada mekanisme penyelesaian sengketa yang digunakan terlebih dahulu, apakah mediasi atau arbitrase. Penggunaan metode hybrid sebagai suatu metode penyelesaian sengketa di Indonesia memang masih tergolong baru.
Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan judicial review yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi dengan terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015 yang menimbulkan permasalahan dalam proses penegakan hukum, khususnya proses penyidikan. Metode yang digunakan adalah kualitatif. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan ada tiga, antara lain studi pustaka, berupa kajian artikel-artikel yang menulis tentang judicial review yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi. Wawancara yang dilakukan pada beberapa Penyidik Polri dari Direktorat Reserse dan Kriminal Umum Polda Kalbar. Dokumentasi berupa rekaman wawancara. Hasil penelitian ini adalah tindakan judicial review yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi dengan terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015 yang mewajibkan bagi Penyidik untuk memberitahukan dan menyerahkan surat perintah dimulainya penyidikan kepada Terlapor dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah dikeluarkannya surat perintah penyidikan menimbulkan permasalahan dalam proses penegakan hukum, khususnya proses penyidikan.
<p><em>Labor and wages are like two sides of a coin which is always a problem. The regulation of wages is regulated in Law </em><em>Number</em><em> 13 of 2003 concerning Manpower and confirmed through Government Regulation Number 78 of 2015 concerning Wages and Regulation of the Minister of Manpower and Transmigration Number 15 of 2018 concerning Minimum Wages</em><em>. </em><em>This study aims to answer the factors that cause the ineffective supervision carried out by the Technical Implementation Unit</em><em> </em><em>(UPT) of Labor Inspection on the provision of minimum wages for workers, as well as the efforts that can be made by the Technical Implementation Unit</em><em> </em><em>(UPT) of Labor Inspection in making effective supervision of the provision of minimum wages for workers through normative juridical research method</em><em> </em><em>(doctrinal) is an approach that views law as a doctrine or a set of normative rules</em><em> </em><em>(law in </em><em>the </em><em>book).</em><em> </em><em>The factors causing the ineffectiveness of the supervision carried out by the Technical Implementation Unit</em><em> </em><em>(UPT) of Labor Inspection on the provision of minimum wages for workers are due to limited personnel and the efforts that can be made by the UPT through:</em><em> </em><em>(a) conducting a sudden inspection</em><em> </em><em>(Sidak) to the </em><em>worker’s</em><em> premises</em><em>, and </em><em>(b) impose strict sanctions on employers World Health Organization provide workers wages that are not in accordance with the minimum wage as stipulated in the laws and regulations in the field of wages</em><em>.</em></p><p> </p><p>Tenaga kerja dan upah bagaikan dua sisi mata uang yang selalu menjadi permasalahan. Pengaturan tentang upah diatur dalam ketentuan terkait Ketenagakerjaan serta dipertegas melalui ketentuan mengenai Pengupahan dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta ketentuan mengenai Upah Minimum. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab faktor yang menyebabkan belum efektifnya pengawasan yang dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengawasan Ketenagakerjaan terhadap pemberian upah minimum pekerja, serta upaya yang dapat dilakukan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengawasan Ketenagakerjaan dalam mengefektifkan pengawasan terhadap pemberian upah minimum pekerja melalui metode penelitian yuridis normatif (doktrinal) adalah suatu pendekatan yang memandang hukum sebagai doktrin atau seperangkat aturan yang bersifat normatif (<em>law in book</em>). Faktor penyebab belum efektifnya pengawasan yang dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengawasan Ketenagakerjaan terhadap pemberian upah minimum pekerja dikarenakan keterbatasan personil serta upaya yang dapat dilakukan oleh UPT melalui: (a) melakukan Inspeksi Mendadak (Sidak) ke tempat pekerja; dan (b) memberikan sanksi yang tegas kepada pengusaha yang memberikan upah pekerjanya tidak sesuai dengan upah minimum sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang pengupahan.</p><p><strong> </strong></p><p> </p><p><strong><em> </em></strong></p><p align="center"> </p><p align="center"><strong><em> </em></strong></p><p align="center"><strong><em> </em></strong></p><br /><p><strong><em> </em></strong></p>
The culture of farming and clearing land has existed since the transition of primitive humans to the modern age, as has the agricultural culture of the Dayak Kanayat’n indigenous people, which has been handed down from their predecessors for generations is currently evolving. The Kanayat’n Dayak are a sub-tribe of the Dayak who reside primarily in West Kalimantan on the island of Kalimantan. The Dayak Kanayat’n indigenous people are predominantly traditional farmers using traditional farming techniques. Agriculture is a part of the culture; agricultural techniques give rise to a farming culture, which absorbs local practices in cultivating the land. The pattern of land clearing can deduce the traditional nature of this agriculture. Conventional Dayak kanayat’n farmers clear the ground by identifying the area, chopping down the vegetation, and burning the remnants. This method of land clearance employed by the indigenous Dayak Kanyat‘n is also known as shifting cropping. This shifting cultivation activity has a positive aspect, namely the development and preservation of traditional Dayak kanayat’n agricultural culture customs. Still, it also has a wrong side, environmental damage, if carried out in large quantities and without measurement. This research focuses on the sociological juridical approach. Methods of data collection employing both primary and secondary legal materials. Article 80 of the Provisions for the Traditional Deliberation in Sengah Temila District, dated March 12-13, 2010, stipulates the administration of restorative justice to farmers who violate Dayak Kanayat customary law and cause forest fires. The sanction is Siam Pahar Pangalabur Temenggung.
Pengadilan administrasi menjadi salah satu bagian dari tersedianya akses keadilan kepada rakyat yang disediakan dengan tujuan menyelesaikan sengketa administratif. Reformasi birokrasi, termasuk pada tubuh lembaga peradilan administrasi di Indonesia masih menyisakan sejumlah problematika. Terbitnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan sebagai hukum materil peradilan administrasi, telah menekankan penyimpangan pelaksanaan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap merupakan tindakan sewenang-wenang (willekeur). Dalam pelaksanaannya, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sebagai perwujudan peradilan administrasi di Indonesia masih menggunakan hukum acara lama. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagai hukum acara pengadilan administrasi di Indonesia masih memuat sejumlah pembatasan yurisdiksi pemeriksaan PTUN. Khusus pada Pasal 2 huruf e, menjadi problematis apabila dikaitkan dengan keputusan administrasi yang menyimpang dari putusan badan peradilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Penyimpangan dari putusan badan peradilan yang berkekuatan hukum tetap pada dasarnya cacat hukum, sehingga ketentuan pembatasan yurisdiksi itu sudah seharusnya dipahami sekali lagi bahkan ditinjau ulang. Penelitian normatif ini berusaha untuk membahas seputar problematika tersebut dan menyiapkan argumen untuk mengatasi problematika itu.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.