This research aimed to study performance, carcass production, meat quality, and economic feasibility of male Sumba Ongole cattle fed ration supplemented with velvet bean (M. pruriens). The research was designed in a completely randomized block design using 16 cattle with average body weight of 488+37.08 kg. The treatments were: T0= 15% straw + 85% concentrate; T1= T0 + 12% of velvet bean flour supplement; T2= T0 + 16% of velvet bean tempeh supplement; and T3= T0 + 200 mg/head/d of ractopamine hydrocloride. Data were analyzed by using analysis of variance with orthogonal contrast. The observed variables included feed consumption, average daily body weight gain (ADG), feed efficiency (FE), income over feed cost (IOFC), hot carcass weight (HCW), carcass percentage, subcutaneous fat thickness, meat pH, tenderness, cooking loss, and water holding capacity (WHC). The result revealed that the addition of 12% velvet bean flour into the rations increased dry matter consumption (P<0.05), but did not affect ADG, FE, IOFC, carcass production, and meat quality. The addition of 12% velvet bean flour produced the lowest cooking loss (P<0.05). The addition of 16% velvet bean tempeh into the rations significantly increased (P<0.05) dry matter consumption, however reduced (P<0.05) ADG, FE, and IOFC compared to control treatment. It is concluded that velvet bean flour at the level of 12% can be used as an alternative feed supplement in the ration of Sumba Ongole cattle and can replace the use of synthetic ß-agonist. ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk mempelajari performa, produksi karkas, kualitas daging, dan economic feasibility dari sapi sumba ongole jantan yang mengkonsumsi kara benguk (M. pruriens). Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan rancangan acak kelompok dengan menggunakan 16 ekor sumba ongole jantan dengan rataan bobot badan 488±37,08 kg dan menggunakan 4 jenis perlakuan, yaitu: T0= 15% jerami padi + 85% konsentrat, T1= T0 + 12% tepung kara benguk, T2= T0 + 16% tempe kara benguk, dan T3= T0 + 200 mg/ekor/hari ractopamine HCl. Data dianalisis menggunakan analisis ragam dan kontras ortogonal. Peubah yang diukur adalah konsumsi ransum, pertambahan bobot badan harian (PBBH), efisiensi pakan (EP), income over feed cost (IOFC), bobot karkas panas, persentase karkas, tebal lemak (subcutan), pH daging, keempukan, susut masak, dan daya ikat air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan 12% tepung kara benguk meningkatkan konsumsi bahan kering (P<0.05), namun demikian tidak berpengaruh terhadap PBBH, efisiensi pakan, IOFC, produksi karkas, dan kualitas daging, serta menghasilkan susut masak terendah (P<0,05). Penambahan 16% tempe kara benguk pada ransum nyata meningkatkan konsumsi bahan kering (P<0.05), namun demikian menurunkan (P<0.05) PBBH, efisiensi pakan, dan IOFC dibandingkan kontrol. Dapat disimpulkan bahwa 12% tepung kara benguk dapat digunakan sebagai pakan tambahan alternatif dalam ransum ternak sumba ongole dan sebagai pengganti ß-agonist sintetis.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan zat aditif terhadap karakteristik fisik limbah padat pembuatan tepung aren hasil fermentasi anaerob. Penelitian silakukan secara eksperimental dengan menggunakan rancangan acaak lengkap dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan tersebut adalah P1 = 5% molasses, P2 5% lumpur kecap, P3 = 1% urea, P4 = 5% molasses + 1% urea, P5 = 5% lumpur kecap + 1% urea. Data yang terkumpula dilakukan analisis dengan uji Kruskal-Wallis. Hasil menunjukan bahwa perlakuan memberikan pengaruh terhadap warna, aroma, tekstur, dan rasa, dengan penggunaan molasses sebanyak 5% memberikan hasil yang terbaik. Kesimpulan, penggunaan molasses 5% memberikan karakteristik fisik terbaik pada fermentasi anaerob pada limbah padat pembuatan tepung aren.