Red fruit (Pandanus conoideus Lam.) is a plant native to Papua, Indonesia. The extracted oil of red fruit has been known to possess potential medical properties, including anti-inflammatory, anti-tumor, and anti-diabetic. The natural antioxidant content such as carotenoids, α-tocopherol, and unsaturated fatty acids are considered to contribute to its bioactivity. In this study, five clonehjnms of red fruit, namely Maler, Bergum, Wesi, Uaghelu, and Kenen, from different regions in Papua, were collected. Carotenoid content of the red fruit oil of the five clones, in particular β-carotene and β-cyptoxanthin, was determined by using HPLC analysis. The β-carotene content ranged from 193.9 to 1003.8 μg/ml, while β-cyptoxanthin content ranged from 3.3 to 48.9 μg/ml. Bergum oil has the highest content of both β-carotene and β-cyptoxanthin, thus it is suggested for cultivation.
Sebagian besar daerah di Indonesia memiliki kultivar jagung lokal. Provinsi Sulawesi Selatan adalah salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki kultivar jagung lokal yang disebut Jagung Pulut. Setiap kabupaten di provinsi ini memiliki satu atau dua kultivar jagung pulut yang telah beradaptasi baik dengan kondisi daerahnya. Cara budidaya jagung pulut antar lokasi berbeda-beda sehingga tidak cukup data untuk menyimpulkan kultivar jagung pulut terbaik untuk daerah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan keanekaragaman jagung pulut dari Sulawesi Selatan dan menggali informasi pertumbuhan dan produksi; kami juga menetapkan kultivar jagung pulut terbaik dari Sulawesi Selatan. Penelitian untuk mendapatkan keanekaragaman jagung pulut dilakukan melalui survei pada beberapa lokasi di provinsi Sulawesi Selatan sedangkan penelitian pertumbuhan dilakukan di Kebun Penelitian Puslit Biologi, LIPI menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 3 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan telah terkoleksi 4 kultivar jagung pulut dari Sulawesi Selatan yaitu Kultivar Gowa, Pangkajene, Batarakamu dan Batarakoasa. Kultivar Batarakamu direkomendasikan untuk dikembangkan.
Bagi Suku Dani, yang mendiami Lembah Balim, Pegunungan Tengah Papua; ubi jalar adalah komoditas pokok dan zero waste. Bagian pucuk tanaman ini digunakan sebagai sayur, batang dan daun tua sebagai pakan, sedangkan umbi ubi jalar sebagai pangan utama. Sistem budidaya yang dilakukan wanita Suku Dani, yakni memangkas tajuk ubi jalar sebagai sumber pangan dan pakan menjadi latar belakang penelitian dengan tujuan mempelajari pengaruh pemangkasan tajuk terhadap produksi umbi ubi jalar. Data hasil penelitian ini dapat diaplikasikan untuk menentukan waktu pemangkasan pucuk yang tepat agar kebutuhan daun muda, batang dan daun tua, serta umbi ubi jalar dapat dipenuhi secara optimal. Penelitian dilakukan di Kebun Raya Biologi Wamena pada bulan Juni-Desember 2017. Plot percobaan disusun berdasarkan Rancangan Acak Kelompok. Perlakuan terdiri dari 2 faktor yaitu kultivar (Helaleke (H), Musan (M), Wenabuge (W) dan Tabugole (T)) dan pemangkasan (tanpa pangkas, 2 bulan, dan 4 bulan). Hasilnya menunjukkan untuk budidaya ubi jalar dataran tinggi, pemangkasan pucuk batang di umur 2 bulan mengurangi ukuran tajuk tanaman, tetapi tidak mempengaruhi pertumbuhan dan produksi umbi tanaman ubi jalar. Pemangkasan pucuk batang pada umur 4 bulan tidak direkomendasikan. Produksi berat umbi lebih dipengaruhi oleh varietas daripada perlakukan pemangkasan. Kultivar Musan direkomendasikan untuk dibudidayakan dengan tujuan dipanen pucuk dan umbinya. Kultivar Tabugole masih dapat dibudidaya untuk produksi pucuk dan umbi apabila panen pucuk dilakukan paling lambat umur 2 bulan, sedangkan Kultivar Helaleke dan Wenabuge sebaiknya tidak dipangkas.
Lesser yam (Dioscorea esculenta (Lour.) Burkill) tubers have two important roles in conventional cultivation, as the food as well as the propagation material. The stem cuttings technique is reported can not produce tubers, while micropropagation is less efficient due to the need of large capital, experts, and specific tools. The other hand, farmers are less interested in cultivating this commodity. It has been reported that mini tuber sett can be used for propagation, but it has not been able to explain the growth preferences in each part of the tuber and its effect on yield. The research aims to provide information about the growth preference of lesser yam seedlings from different planting materials and planting techniques and their effects on yields. The research was carried out in Research Center for Biology, LIPI, Cibinong. The experiment was arranged based on split plots with tubers (apical and basal parts) as the main plot and planting position (vertical and horizontal) as subplots. Each treatment was replicated 3 times, with 5 samples for each replication. The results revealed that the apical part produced better shoots and roots than the basal section. The apical dominance of the lesser yam tuber was very high. It is herefore buds that form in the apical tended to grow faster. This section also produced tuber with a better character. With this information, farmers recommended to use planting materials from the apical part of the tuber with horizontal planting position.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.