Embankment is a common way to raise ground level of any construction. Raising the ground level will also help structure from being flooded, flood especially in major city such as in Capital City of Indonesia, Jakarta, is a yearly problem. On the other hand, embankment will also be a problem if not handle carefully. Clay and sand can be used as materials. Properties of material that should be investigate before the materials being used are cohesion and angle of friction. Beside selection of high quality materials, compaction can also help embankment from failure. When the materials get well-compacted the chance of sliding should be lower. This study analyse the correlation whether well-compacted material can have higher critical height and the result can be imply on the construction site as not every embankment need retaining structure to be stable but only by compaction the embankment can withstand by it self.
The construction of high rise buildings requires a strong foundation. High rise building construction usually requires a deep foundation which requires a large cost. Therefore, shallow foundation can be used as an alternative to replace deep foundation. The main problem that arise is the low bearing capacity of the foundation which unable to carry the load. This research conducts is to find out how to increase the bearing capacity of a square footings with several reinforcement materials for high rise buildings. The analysis bearing capacity of shallow foundation is carried out manually using the Terzaghi method and the Meyerhof and Hanna method. The results of the analysis using these two methods show that soil reinforcement materials such as stone column, crushed stone, crushed limestone, construction and demolition can increase the bearing capacity of shallow foundations. The conclusions of this research with Terzaghi method obtained that the greater the value of the friction angle and unit weight of soil from the reinforcement materials, the bearing capacity of the foundation will be even greater, while the Meyerhof and Hanna method obtained that the stronger material does not always get the greatest value of bearing capacity because it depends on the type and consistency of the soil under the reinforcement layer.Keywords: bearing capacity; stone column; crushed stone; crushed limestone; construction and demolitionABSTRAKDalam perencanaan pembangunan seperti gedung bertingkat tentunya memerlukan sebuah fondasi yang kuat. Pembangunan konstruksi gedung bertingkat biasanya memerlukan fondasi dalam tetapi memerlukan biaya yang besar. Oleh karena itu, fondasi dangkal dapat digunakan sebagai alternatif untuk menggantikan fondasi dalam. Masalah utama yang timbul dari penggunaan fondasi dangkal untuk gedung bertingkat adalah daya dukung fondasi yang rendah sehingga tidak mampu memikul gaya luar. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui cara peningkatan daya dukung fondasi telapak persegi dengan beberapa material perkuatan tanah untuk gedung bertingkat. Analisis daya dukung fondasi dangkal dilakukan secara perhitungan manual menggunakan metode Terzaghi dan metode Meyerhof dan Hanna. Hasil analisis menggunakan kedua metode tersebut menunjukkan bahwa material perkuatan tanah yaitu stone column, crushed stone, crushed limestone dan construction and demolition yang digunakan dapat meningkatkan daya dukung fondasi dangkal. Kesimpulan dari penelitian ini antara lain menggunakan metode Terzaghi didapatkan bahwa semakin besar nilai sudut geser dalam dan berat jenis tanah dari material perkuatan yang digunakan maka nilai daya dukung fondasi akan semakin besar sedangkan metode Meyerhof dan Hanna didapatkan bahwa semakin kuat material belum tentu berpengaruh untuk mendapatkan nilai daya dukung yang paling besar karena dipengaruhi dengan jenis dan konsistensi tanah yang berada dibawah lapisan perkuatan tersebut.Kata kunci: daya dukung; stone column; crushed stone; crushed limestone; construction and demolition
ABSTRAKTanah merupakan material yang sangat berpengaruh dalam pekerjaan konstruksi, karena kondisi tanah di suatu tempat tidak akan sama dengan kondisi tanah tempat lain. Oleh sebab itu, kondisi tanah dan sifat fisiknya harus diketahui terlebih dahulu. Sebagian besar wilayah Indonesia terutama di Jakarta merupakan tanah yang bersifat lempung. Beberapa masalah utama pada tanah lempung adalah settlement yang besar dan daya dukung yang kecil. Daya tahanan tanah dapat ditentukan dengan cara California Bearing Ratio (CBR) yang dilakukan di laboratorium. Penelitian CBR ini dilakukan korelasi antara nilai CBR terhadap tegangan vertikal dan tegangan horizontal sampel tanah. Sampel tanah yang diuji pada penelitian ini berasal dari Jl. Babakan-sirkuit, Tangkil, Citeureup, Bogor, Jawa Barat, Indonesia. Sampel tanah untuk pengujian CBR laboratorium dibuat dengan pemadatan 2.5%, 5.0%, 7.5%, dan 10%. Hasil penelitian menunjukan persentase kenaikan nilai Su pada kepadatan 2.5% ke 5.0% adalah sebesar 22.51% untuk posisi vertikal, dan 45.58% untuk posisi horizontal. Pada kepadatan 5.0% ke 7.5% terjadi peningkatan nilai Su sebesar 17.14% pada posisi vertikal, dan 15.67% untuk posisi horizontal. Selanjutnya pada kepadatan 7.5% ke 10% terjadi peningkatan nilai Su sebesar 32.70% pada posisi vertikal dan 22.32% pada posisi horizontal Kata kunci: tanah lempung, settlement, at-rest earth pressure, california bearing ratio (CBR), handheld vane shear.
ABSTRAKLikuifaksi yang terjadi menyebabkan kerugian materiil dan non-materiil yang sangat besar. Kerusakan dapat berdampak pada infrastruktur yang berada di permukaan, seperti bangunan, jalan, bendungan, jembatan, dan sebagainya. Analisis potensi likuifaksi menggunakan metode Tsuchida (1970), "Chinese Criteria", Seed et al (2003), dan Bray & Sancio (2004. Selain itu digunakan rasio tegangan siklik (CSR) dan rasio hambatan siklik (CRR) untuk analisis potensi likuifaksi. Perencanaan bangunan pondasi sebaiknya memperhitungkan faktor likuifaksi karena dapat mempengaruhi daya dukung tiang. Dengan factor keamanan 2.5, dilakukan analisis dengan mengabaikan friksi pada selimut tiang dan menambahkan beban akibat gesekan selimut negatif. Maka daya dukung yang didapatkan sebesar 395.327 ton per satu tiang. Daya dukung dari hasil analisis lebih besar dari daya dukung yang didapat dari perencana, yaitu sebesar 350 ton.Kata kunci: likuifaksi, daya dukung tiang, N-SPT, rasio tegangan siklik (CSR), rasio hambatan siklik (CRR) 1. PENDAHULUAN Wilayah Indonesia memiliki tanah yang berpotensi terjadi likuifaksi, tetapi hal ini masih kurang diteliti. (USGS, 2013) menyatakan likuifaksi adalah hilangnya kekuatan dari tanah jenuh atau tanah sebagian jenuh yang terjadi karena getaran yang terjadi akibat gempa bumi atau adanya perubahan secara mendadak. Penjelasan mengenai likuifaksi akan lebih lanjut dibahas pada bab selanjutnya. Indonesia adalah negara kepulauan yang dilintasi oleh garis khatulistiwa, dikelilingi oleh gugusan gunung berapi aktif dan berdasarkan letak geografisnya merupakan negara yang berada di jalur gempa dunia. Hal ini menyebabkan tanah yang ada di Indonesia sangat beragam. (Hanafiah, 2007) mengemukakan beberapa jenis tanah yang terdapat di Indonesia, yaitu tanah aluvial, tanah andosol, tanah grumosol, tanah humus, tanah laterit, tanah litosol, tanah latosol, tanah kapur dan tanah pasir. Berdasarkan data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) terdapat 5.578 gempa bumi yang telah terjadi sepanjang tahun 2016 dan 8.693 gempa bumi yang telah terjadi sepanjang tahun 2017. Dari data di tahun 2017, terjadi 19 kali gempa yang sifatnya merusak, 208 kali gempa dengan kekuatan diatas 5 skala richter (SR). Gempa bumi dapat dilihat dari berbagai aspek, yaitu dari penyebabnya, kedalaman, dan kekuatan. Menurut (Sukandurrumidi, 2010) berdasarkan penyebabnya, gempa yang terjadi di Indonesia dapat dikategorikan menjadi 4 jenis, yaitu gempa tektonik, gempa vulkanik, gempa runtuhan dan gempa buatan. Maka dari itu, gempa yang terjadi di Indonesia dapat mengakibatkan struktur dan kekuatan tanah berubah. Banyaknya bangunan tinggi yang dikerjakan dan fakta bahwa Indonesia berada dalam jalur gempa bumi dunia dapat meningkatkan resiko terjadinya keruntuhan pada bangunan. Hal ini dapat mengakibatkan bencana yang sangat merugikan, baik secara materiil maupun non-materiil, seperti trauma, kerusakan lingkungan dan kesedihan akibat adanya korban jiwa. Seperti yang telah dijelaskan pada awal paragraf, Indonesia memiliki tanah yang berag...
Retaining wall is a very important structure in the basement construction process. The planning of the retaining wall, whether in the design or in the processing step should be precise, otherwise, it can be disastrous. In the construction process, problems sometimes happen when the excavation process is going on. Therefore, the role of retaining wall is crucial. If the retaining wall doesn’t function well, the soil around the excavation site will shift and move and it can cause a rift or even more fatal failures to the structure. The analysis on this study is the failure analysis on retaining wall type secant pile. This analysis will be focusing on the failure that happen on primary pile. The analysis is done by reducing the strength of the primary pile based on the potential failure that might happen. This aims to test the deformation on the secant pile system, if there’s a failure on the primary pile. It will be done in two different types of soil, clay and sand.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.