Dalam pendidikan, taksonomi dibuat untuk mengklasifikasikan tujuan pendidikan. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain, yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotor. Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah.Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom dan kawan-kawan pada tahun 1956, sehingga sering pula disebut sebagai "Taksonomi Bloom". Taksonomi bloom merujuk pada tujuan pembelajaran yang diharapkan agar dengan adanya taksonomi ini para pendidik dapat mengetahui secara jelas dan pasti apakah tujuan instruksional pelajaran bersifat kognitif, afektif atau psikomotor. Taksonomi berarti klasifikasi berhirarki dari sesuatu atau prinsip yang mendasari klasifikasi. Semua hal yang bergerak, benda diam, tempat, dan kejadian sampai pada kemampuan berpikir dapat diklasifikasikan menurut beberapa skema taksonomi, Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain, yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotor. Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah.
Kajian tentang Jiwa menurut Ibnu Sina menjadi perhatian karena menjadi rujukan bagi beberapa muslim lainnya, Banyak para tokoh menguraikan keberadaannya. Namun dalam kajian, anggapan para filosof Muslim dalam menguraikan masalah hanya menyalin ulang dari para filosof Yunani Aristoteles.Hal ini dinegasikan oleh salah satu tokoh filosof Muslim, yaitu Ibnu Sina. Ia menegaskan dalam filsafat Islam yang berasaskan wahyu berbeda dengan Yunaniyang berasaskan rasio. Berangkat dari uraian tersebut makalah ini akan mengkaji konsep jiwa menurut Ibnu Sina. Kajian ini studi literatur dengan menggunakan metode diskriptif-analisis. Dalam pembahasan ini penulis menghasilkan tiga kesimpulan penting. Yakni Konsep Tuhan Ibnu Sina berbeda dengan Yunani (Aristoteles). Kemudian, Asal-usul jiwa berasal dari pancaran (emanasi) dari akal kesepuluh dan dibawah planet kesembilan yang darinya melimpahkan jiwa-jiwa bumi; Manusia, Hewan dan Tumbuhan. Terakhir, Jiwa Manusia bersifat kekal dan tidak ikut hancur bersama hancurnya badan. Kekekalan jiwa karena dekat dengan akal dan dikekalkan oleh Tuhan
<p>The relationship between science and religion is that there is a relationship between the two in history has clashed. For Islamic science, religion is inherently inseparable from science. Islamic science adheres to dîn or religion. Islam is based on the revelation of the Holy Qur'an. Syed Muhammad Naquib al-Attas and Ian G Barbour are very influential figures in the world of Education, especially in the field of Religion and Science. Al-Attas is famous for his ideas of Religious Integration and Science. For Muslim scientists the Qur'an is a source of knowledge from which all disciplines are developed<strong>. </strong>Shari'ah such as, Aqidah and Fiqh, using comparative descriptive this paper finds in the integration of religion and science The Upper Al-through the classification stage of three elements: the infinity of science, the glory of responsibility for seeking it and the limitations of human life. Ian G. Barbour has an opinion on the integration between religion and science of relationships that is intensively observed from the relationship approach by seeking the right integrity of science and religion.</p>
Diskurus tentang komunikasi pada saat ini menjadi hal menarik untuk dikaji. Dialog dan komunikasi bisa dilakukan melalui media, jurnalistik, perangkat -perangkat lainnya sangat masif dan cepat tersebar keberbagai penjuru dunia. Tidak sedikit dari pelaku (penyebar pesan) tersebut dalam menulis dan menyampaikan pesan memiliki teori, model dan konsep tersendiri yang terangkum dalam Ilmu Komunikasi. Namun sayangnya, tidak sedikit dari Ilmu Komunikasi yang ia pelajari dari kurikulum-kurikulum referensinya dari orang-orang yang memiliki pandangan alam (worldview) Barat sehingga hasil yang ditulis dan disampaikan memisahkan antara agama dan dunia dan lebih mementingkan diri sendiri dari pada kepentingan orang banyak (maslahah). Berangkat dari permasalahan tersebut ada beberapa ilmuwan muslim mencoba merespon dan melakukan suatu upaya Islamisasi ilmu. Dengan mengembalikan unsur-unsur komunikasi yang sesuai dengan cara pandang Islam. Misalnya, Syed Muhammad Naquib Al-Attas. Hal ini bertujuan untuk mengubah pandangan, diawali dengan informasi yang ditangkap oleh komunikan, ada perubahan pendapat, kemudian berubah sikap, dan akhirnya berubah prilakunya. Selain itu, komunikasi dapat dijadikan sarana ekspresi secara individu atau kelompok untuk menyampaikan perasaan. Dengan berlandaskan al-Quran dan Hadith diharapkan komunikasi bisa memberikan perhatian khusus tentang efektivitas penyampaian nilai-nilai ajaran kepada umat manusia. Kemudian proses komunikasi, terutama ketika menyampaikan pesan Tuhan kepada manusia yang ada di dunia ini. Komunikasi dalam hal ini bisa menggunakan prinsip-prinsip pengganti yang lebih baik dari prinsip Barat, karena beberapa problem terjadi diakibatkan komunikasi yang salah disebabkan hanya focus terhadap realisme, nominalis, dan kontruksionis. Maka dari itu dengan adanya perlunya telah kritis atas konsep-konsep dalam Ilmu Komunikasi Barat.
<p><strong>Abstract</strong></p><p>This paper aims to discuss the thought of Hulul according to al-Hallaj and seek the placement of Sufism from among Sufis, The study of Hulul thought which is often identified with the recent attracted the attention of academics, researchers and religious scholars. The issue of Al-Hulul, by some parties is forcibly tried to be juxtaposed and equated with the thought of wihdatul wujud which is conceptualized by Sufi figures such as al-Hallaj. This paper aims to examine the model and practice of Sufism in the person of Abu Mansur Al-Hallaj who is mentioned by some as the bearer of the idea of Hulul. The life of al Hallaj, is a journey of total spirituality. " or unity of substance So far it turns out that the accusation is with respect to Al-Hallaj's view, that between man and God can be a love affair, which for the accuser means equating God with man. This paper is also a qualitative study with a philosophical-theological approach. The conclusion of the teachings of al-Hallaj is association with God in the form of al-hu1ul (taking place). According to his philosophy God has the nature of humanity and man himself has the nature of God, Nasrut and Lahut. But Sufi scholars criticize the concept of Hulul because many are inappropriate and deviant.</p><p> </p><p><strong>Keywords</strong><strong> </strong><strong>:</strong> Al-Hallaj, Unity, Al-Hulul<em></em></p><p> </p><p><strong>Abstrak</strong></p><p>Tulisan ini bertujuan untuk mendiskusikan pemikiran Hulul menurut al-Hallaj dan mencari penempatan tasawuf dari kalangan tasawuf, Kajian pemikiran Hulul yang sering diidentikkan dengan belakangan menarik perhatian kalangan akademisi, peneliti dan para pengkaji agama agama. Isu Al-Hulul, oleh sebagian pihak secara paksa dicoba untuk disandingkan dan disamakan dengan pemikiran wihdatul wujud yang dikonsepsikan tokoh sufi seperti al-Hallaj. Tulisan ini bermaksud mengkaji model dan praktik tasawuf dalam pribadi Abu Mansur Al-Hallaj yang disebut oleh sebagian pihak sebagai pengusung ide Hulul. Kehidupan al Hallaj, adalah perjalanan spiritualitas yang total.” atau kesatuan substansi Sampai sejauh ini ternyata tuduhan tersebut adalah berkenaan dengan pandangan Al-Hallaj, bahwa antara manusia dengan Tuhan bisa terjalin hubungan cinta, yang bagi penuduhnya itu berarti penyamaan Tuhan dengan manusia Tulisan ini juga merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan filosofis-teologi. Yang berkesimpulan ajaran al-Hallaj adalah persatuan dengan Tuhan dalam bentuk al-hu1ul (mengambil tempat). Menurut falsafahnya Tuhan mempunyai sifat kemanusiaan dan manusia sendiri mempunyai sifat ke-Tuhanan, Nasrut dan Lahut. Tetapi para ulama sufi memberukan kritik terhadap konsep Hulul ini karena banyak yang tidak sesuai dan menyimpang.</p><p><strong>Kata Kunci</strong> : Al-Hallaj, Kesatuan, Al-Hulul</p>
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.