The present study aimed to determine the effect of different temperature levels on the hatching rate of common carp eggs. This study consisted of 12 experimental units, in which 4 treatments with 3 replications were applied, namely A (control temperature 22-29 ° C), B (24 ° C), C (temperature 28 ° C), and D (temperature 32 ° C). Temperature, pH, DO and hatching rate was measured for data collection. Analysis of variance (ANOVA) with a confidence level of 95% was performed for statistical analysis. Water quality data were descriptively described. The results showed that the highest number of hatching rate was obtained in treatment D (32 ° C) of 290 (99%), C (28 ° C) of 276 (94%), treatment B (24 ° C) of 251 individuals, and the lowest was observed in treatment A (22-29 ° C) of 242 individuals (83%). Statistically, the temperature of 22-32 ° C did not affect the hatching rate of common carp eggs. ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkatan suhu yang berbeda terhadap daya tetas telur ikan mas. Penelitian ini terdiri dari 12 satuan percobaan, yang mana terdapat 4 perlakuan dengan 3 ulangan yakni A (kontrol suhu 22-29°C), B (24°C), C (suhu 28°C) dan D (suhu 32°C). Parameter uji meliputi suhu, pH, DO dan daya tetas telur (hatching rate). Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) dengan tingkat kepercayaan 95% dan jika menunjukkan pengaruh nyata akan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT). Data kualitas air dijelaskan secara deskriptif sesuai kelayakan hidup ikan mas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah telur yang menetas terbanyak diperoleh pada perlakuan D (32°C) sebesar 290 ekor (99%), perlakuan C (28°C) sebesar 276 ekor (94%), perlakuan B (24°C) sebesar 251 ekor dan terendah pada perlakuan A (22-29°C) sebesar 242 ekor (83%). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa suhu 22-32°C tidak berpengaruh terhadap daya tetas telur Ikan Mas.
Salah satu parameter kualitas air yang sangat mempengaruhi kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva udang vaname adalah salinitas. Salinitas sangat berpengaruh terhadap organisme perairan untuk mengontrol keseimbangan air dan ion antara tubuh dengan lingkungannya. Jika kondisi salinitas mengalami fluktuasi, maka semakin banyak pula energi yang dibutuhkan larva untuk proses metabolismenya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengarauh perbedaan salinitas terhadap pertumbuhan dan sintasan larva udang vaname. Metode dalam penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan yaitu perlakuan A (salinitas 13 ppt), perlakuan B (salinitas 19 ppt), perlakuan C (salinitas 25 ppt) dan perlakuan D sebagai kontrol (salinitas 31 ppt). Parameter yang diamati yaitu laju pertumbuhan harian, pertumbuhan berat mutlak dan sintasan. Analisis data menggunakan ANOVA dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan salinitas berpengaruh nyata (p < 0,05) terhadap laju pertumbuhan harian tetapi perbedaan salinitas tidak berpengaruh nyata (p > 0,05) terhadap pertumbuhan berat mutlak dan sintasan. Salinitas 25 ppt memberikan hasil terbaik terhadap laju pertumbuhan harian yaitu sebesar 3,4%, pertumbuhan berat mutlak yaitu sebesar 1,02 gram dan sintasan yaitu sebesar 94,44%.
The reduction in the quantity of mangrove forest ecosystems will certainly have a negative impact on the balance of coastal ecosystems, people who live in coastal areas, and of course sustainable sustainable development proclaimed by the local government. The research objective is to analyze the damage of mangrove forest ecosystems through Environmental Science approach. One approach to the study in question is the remote sensing approach. The study was conducted throughout August 2018 precisely at Mampie Beach, Wonomulyo Subdistrict, Polewali Mandar District. The collection of mangrove forest vegetation data was conducted using purposive sampling (systematic plot) technique. The data used in the analysis of damage to mangrove forest ecosystems is the RBI Sheet Polewali Map Scale 1: 50000 BAKOSURTANAL in 1999, SPOT 4 Image in 2014, SPOT 4 Image in 2015, and Digital Globe Image Acquisition 6/9/2016. Data analysis and processing using the Arc-GIS program to analyze SPOT images, overlay and map making using Geographic Information System (GIS) applications, and descriptive analysis for the bio-physical data of mangrove vegetation. Data analysis of mangrove vegetation area in Mampie showed that overall from 1999 to 2016 the area of mangrove coverage experienced a shrinkage of 10.31 ha, namely 35.23 ha (1999) to 24.92 ha (2014). There is one thing that is quite encouraging that in the following year (2015) mangroves in the Mampie area expanded back to 0.58 ha ie to 25.50 ha but shrank back to 0.29 ha the following year (2016). Mampie Beach’s total mangrove area became 25.21 ha. The mangrove forest area in Mampie leaves only a few species of mangrove, the most dominating is Avicennia marina (Forsk.) Vierh.
Sejak kasus infeksi Covid-19 pertama kali terkonfirmasi pada bulan Maret 2020 di Indonesia dengan diikuti berbagai macam program dalam memutus mata rantai penyeberan seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang secara langsung membatasi aktifitas dan mobilitas masyarakat yang berakibat penuruan aktifitas transportasi, perdagangan dan jasa, serta pendidikan dan berimplikasi terhadap penurunan polusi udara. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana suhu permukaan di Kota Makassar sebelum dan selama pandemi Covid 19. Data yang digunakan adalah Landsat 8 OLI TRS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum dan selama masa pandemi Covid-19 rata-rata suhu permukaan di Kota Makassar mengalami penurunan sekitar 2.3 oC.
Permasalahan bidang pengelolaan ruang laut masih banyak yang perlu diangkat dan diperbaiki demi terwujudnya bangsa Indonesia sebagai poros maritim dunia. Salah satu permasalahan yang masih perlu pembenahan dan pengembangan adalah terkait upaya konservasi penyu di wilayah Indonesia. Teluk Majene terletak di tengah kota Majene yang tentunya akan sangat mempengaruhi keberadaan eksistem di Laut termasuk Biota Penyu. Keberadaan penyu di ekosistem terumbu karang sering terlihat didaerah tersebut oleh nelayan dan para wisatawan lokal namun pada kenyataannya belum ada sama sekali penelitian-penelitian yang menyentuh mengenai spesies tersebut padahal penyu merupaka spesies yang dilindungi. Oleh karena itu kami berinisiatif untuk melakukan penelitian dasar sebagai langkah awal untuk konservasi Penyu di Teluk Majene Provinsi Sulawesi Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman dan frekuensi kehadiran penyu di Kawasan teluk Majene. Metode penelitian mencakup studi pendahuluan, survey awal, penentuan titik stasiun, pengambilan data lapangan yang meliputi tutupan komunitas karang, jenis dan frekuensi kemunculan. Dari data yang sudah didapatkan maka selanjutnya adalah analisis data. Hasil yang didapatkan adalah terdapat dua spesies penyu yang ditemukan di Teluk Majene. Penyu Tersebut adalah dari jenis Penyu Hijau (Chelonia mydas) dan Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata). Sedangkan untuk frekuensi kemunculan penyu yang diamati di Teluk Majene berkisar 50% sampai 100%.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.