Background and objectives: Breastfeeding is an intimate moment between mother and children. Studies had shown the effectiveness of breastfeeding to stimulate cognitive function of children including their language development. We hypothesize the longer duration of breastfeeding the higher language ability of children. This study aimed to examine the association between breastfeeding duration and LDS score of children aged 18-35 months old. Our primary outcomes were LDS-vocabulary score and LDS-phrase score. Methods: This cross sectional study was performed in 261 breastfeeding mothers with children aged 18-35 months old. A mother whose children diagnosed with delayed growth was excluded from the study. Data of breastfeeding duration (BF) and subjects’ characteristics were obtained through a questionnaire. Body mass index (BMI) of mother and weight-per age of children were collected for nutritional status. We applied language development survey (LDS) checklist form to assess vocabulary and phrase ability of the children. Statistical modelling was calculated by multiple logistic regression.Results: Prevalence of severe undernourished was highest in BF group 7-18 months vs 6 months vs >18 months old (13% vs 2% vs 4.6%, respectively). Neither LDS vocabulary nor LDS phase score have association with breastfeeding duration (p=0.973 and 0.937, respectively). Mother age, socioeconomic status, and siblingship might contribute to the association between BF duration and children language development (OR 0.63, 95% CI 0.25-1.61; OR 0.42, 95% CI 0.11-1.59, respectively).Conclusion: Breastfeeding duration is not a risk factor for delayed of children language development. This observation merits further investigation to explain the relationship between duration of breastfeeding and children language development with prospective approach.
AbstrakSeorang anak, 15 tahun 4 bulan, memiliki berat badan 57 kg, tinggi badan 150 cm, dan indeks massa tubuh 25.3 kg/m2. Anak masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri menelan. Anak didiagnosis dengan faringitis akut dan obesitas. Aktivitas fisik harian berupa aktivitas sekolah. Riwayat pola kebiasaan makan berupa snack rendah kalori, minuman kemasan, dan mie instan. Status gizi anak adalah gemuk dengan status gastrointestinal fungsional. Terapi gizi yang diberikan berupa edukasi pada anak mengenai jumlah dan jenis makanan serta peningkatan aktivitas fisik.
ABSTRAKGizi pesantren menjadi kajian yang menarik karena keunikan santri yang belajar di pesantren tersebut. Pesantren yang memiliki karakteristik persamaan dan kerjasama tanpa disadari dapat memberikan dampak terhadap pola makan dan status gizi santri. Penelitian ini bertujuan memberikan gambaran asupan dan status gizi remaja pada pesantren yang akan bermanfaat sebagai bahan referensi untuk menentukan sistem penyediaan makanan di pesantren. Penelitian ini dilaksanakan pada pesantren Tahfidz di Makassar dengan purposive sampling pada 30 santri pesantren yang semuanya berjenis kelamin laki-laki. Pada setiap sampel dilakukan wawancara rekam makan 24 jam selama 6 kali (3x seminggu) dengan lama penelitian 14 hari dan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk memperoleh nilai indeks massa tubuh (IMT). Temuan penelitian ini adalah rerata asupan energi sebanyak 1417 177 kkal/hari, dengan komposisi makronutrien protein, lemak, dan karbohidrat sebesar 46.55 6.17, 49.12 7.15, dan 194 26.80 gram/hari berturut-turut. Status gizi santri dalam penelitian ini tergolong normal sesuai dengan kriteria IMT berdasarkan umur yaitu 20.94 4.87 kg/m 2 . Penelitian ini menambah bukti baru bahwa kebutuhan nutrisi remaja pesantren belum sesuai dengan anjuran angka kecukupan gizi (AKG) dan memberikan rekomendasi perlunya sistem tata kelola makanan pesantren yang lebih baik untuk menjawab masalah ini.
ASI merupakan makanan ideal untuk bayi dengan berbagai faktor protektif dan nutrisi yang penting. Pemberian ASI merupakan salah satu upaya kesehatan primer yang dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan tingkat kelangsungan hidup yang tinggi khususnya pada anak. Lama pemberian ASI yang sesuai dengan anjuran WHO yaitu selama 2 tahun penuh, termasuk 6 bulan pemberian secara eksklusif akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal. Namun, cakupan pemberian ASI tahun 2015 hanya 37,3%, yang masih jauh dari target pemerintah tahun 2018 sebesar 75%. Beberapa faktor yang behubungan dengan lama menyusui yaitu usia, pekerjaan, pengetahuan ASI, pengetahuan agama, kesehatan ibu, produksi ASI, paritas, berat lahir anak, kesehatan anak, jenis persalinan, promosi susu formula, teknik menyusui, dukungan keluarga, anggota keluarga merokok, dan riwayat antenatal care. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan lama menyusui anak. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional dengan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Hasil penelitian ini ditemukan, gambaran frekuensi tertinggi untuk predisposing factor yaitu pengetahuan ASI yang baik 125 (94,7%), produksi ASI lancar 123(93,2%), dan tidak bekerja sebanyak 111 (84,1%). Gambaran frekuensi tertinggi untuk enabling factor yaitu berat lahir anak normal 125 (94,7%), persalinan normal 117(88,6%), dan tidak mendapat promosi susu formula sebanyak 100(75,8%%). Gambaran frekuensi tertinggi untuk reinforcing factor yaitu dukungan keluarga sebanyak 131(99,2%). Melalui penelitian ini dapat diketahui faktor-faktor yang dapat berhubungan dengan lama menyusui.
Keluhan kulit merupakan keluhan yang paling banyak ditemukan pada anak pesantren. Faktor higienitas memegang peranan penting dalam munculnya penyakit kulit di pesantren. Pada kegiatan pengabdian masyarakat Prodi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, kami bertujuan melakukan pemeriksaan serta intervensi pengobatan dan penyuluhan terkait penyakit kulit yang sering ditemukan pada santri pesantren. Kegiatan pengabdian masyarakat dilaksanakan pada 96 santri pesantren yang kesemuanya mengikuti semua tahapan yaitu penyuluhan, pemeriksaan kulit, dan pengobatan. Keluhan gatal mencapai prevalensi 87,5% diutarakan oleh santri pesantren sedangkan keluhan berupa kutu rambut dan ketombe dominan hanya dinyatakan oleh santri perempuan (santriwati). Keluhan penyakit kulit masih menjadi keluhan yang sering terjadi di kalangan santri pesantren. Kegiatan pengabdian masyarakat pada pesantren dengan mengambil tema penyakit kulit dan kelamin perlu terus digalakkan.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.