Curah hujan merupakan parameter meteorologi yang sangat berpengaruh dalam kehidupan. Saat ini, pengamatan secara in situ sangat kurang representatif untuk digunakan sebagai analisis karena jangkauannya yang sangat sempit sehingga memerlukan instrumen pendukung seperti satelit agar dapat memberikan gambaran yang lebih baik terkait distribusi hujan. Namun, data satelit juga belum tentu sepenuhnya benar karena resolusi dan kondisi dari setiap wilayah berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan nilai akurasi, bias, korelasi, root mean square error (RMSE), dan mean absolute error (MAE) data estimasi curah hujan GPM IMERG dengan data curah hujan pengamatan langsung. Penelitian ini dilakukkan di Surabaya dengan menggunakan data estimasi curah hujan GPM IMERG dan data curah hujan pengamatan langsung dari Stasiun Meteorologi Kelas I Juanda Surabaya selama tahun 2017 mewakili musim hujan, musim kemarau, dan periode transisi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa data curah hujan produk GPM IMERG memiliki korelasi yang sangat baik untuk memperkirakan akumulasi curah hujan bulanan. Sedangkan, untuk akumulasi harian, memiliki korelasi yang sangat rendah. Sementara itu untuk akumulasi sepuluh harian, data curah hujan produk satelit GPM IMERG memiliki korelasi yang baik terutama di periode musim hujan dan musim kemarau, akan tetapi memiliki korelasi yang rendah selama periode transisi dari musim hujan ke musim kemarau atau sebaliknya. Pada umumnya, produk ini sangat bagus dalam menentukan ada atau tidaknya hujan, tetapi performanya sangat rendah dalam menentukan besarnya intensitas curah hujan.
<p class="AbstractEnglish"><strong>Abstract:</strong> Padang's West Sumatra region has an equatorial rain pattern, where every year there are two peaks of rain. On February 14, 2018, there has been extreme rain in the Padang area, West Sumatra reaching 193 mm / day. In this extreme rain study using ECMWF reanalysis data, HIMAWARI -8 satellite data, and observation data on the Minangkabau Meteorological Station, Padang. The data is processed using tables, and images then analyzed descriptively. Based on the results of the analysis, it was found that the extreme rainfall occurring in the Padang region of West Sumatra was due to the pattern of closed angina seen around the area around West Sumatra, the highest humidity values were wet to 200 mb, cloud cover patterns that support extreme rainfall, and is supported by divergence and vertical velocity as well as unstable air conditions in the West Sumatra region and beyond. The lowest cloud top temperature reaches -74.5° C, it is indicated that the clouds formed at the time of the incident are convective clouds that are multi-cell.</p><p class="KeywordsEngish"><strong>Abstrak:</strong> Wilayah Sumatera Barat tepatnya Padang memiliki pola hujan ekuatorial, dimana setiap tahun terdapat dua puncak hujan. Pada tanggal 14 Februari 2018, telah terjadi hujan ekstrem di wilayah Padang, Sumatera Barat mencapai 193 mm/hari. Dalam penelitian hujan ekstrem ini menggunakan data reanalysis ECMWF, data satelit HIMAWARI -8, serta data observasi permukaan Stasiun Meteorologi Minangkabau, padang. Data tersebut diolah dengan menggunakan tabel, dan gambar kemudian dianalisa secara deskriptif. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa kejadian hujan ekstrem yang terjadi di wilayah Padang, Sumatera Barat tersebut dikarenakan adanya pola angin tertutup yang terlihat di sekitar wilayah sekitar Sumatera Barat, nilai kelembaban relatif tinggi yakni basah hingga lapisan 200 mb, pola tutupan awan yang mendukung untuk untuk terjadinya hujan ekstrem, dan didukung oleh divergensi dan kecepatan vertikal juga kondisi udara yang labil di wilayah Sumatera Barat dan sekitarnya. Suhu puncak awan terendah mencapai -74,5<sup>o </sup>C, diindikasikan bahwa awan-awan yang terbentuk pada saat kejadian adalah awan konvektif yang bersifat multi sel.</p>
<p class="AbstractEnglish"><strong>Abstract:</strong> Numerical weather predictions are currently being developed to address the need for high resolution rainfall forecasting. However, numerical weather forecasts in Indonesia are still problematic in terms of the accuracy of numerical models. Several previous studies have shown that modeling accuracy is strongly influenced by errors in the initial condition data. This study examines efforts from the research and development of the Weather Forecast and Forecast (WRF) model of preliminary data using a satellite beam assimilation procedure for forecasting rainfall in the Ambon region for two different case studies in 2018. Six experimental models are carried out by assimilation of sensors AMSU-A and MHS satellites use the WRFDA 3DVar system. This research was conducted by increasing the assimilation analysis on the initial data model, analyzing the model skills in the dichotomy of rainfall predictions, rainfall criteria, spatial rainfall, and time series of rainfall accumulation compared to BMKG rainfall observation data. The results showed that the DA AMSU-A and MHS experiments correctly modified the initial condition data of the model. Meanwhile, the results of dichotomous verification revealed that the DA observation experiment had the highest skill score forecast compared to other assimilation. but more experiments are needed in the northern Sumatra area to provide more significant results.</p><p class="KeywordsEngish"><strong>Abstrak:</strong> Prediksi cuaca numerik saat ini terus dikembangkan untuk mengatasi kebutuhan akan ramalan curah hujan resolusi tinggi. Namun, ramalan cuaca numerik di Indonesia masih bermasalah dalam hal akurasi model numerik. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa akurasi pemodelan sangat dipengaruhi oleh kesalahan dalam data kondisi awal. Penelitian ini mengkaji upaya-upaya dari penelitian dan pengembangan model Prakiraan Cuaca dan Prakiraan (WRF) data awal menggunakan prosedur asimilasi pancaran satelit untuk prakiraan curah hujan di wilayah Ambon untuk dua studi kasus pada musim yang berbeda selama 2018. Enam model eksperimental dijalankan dengan asimilasi sensor satelit AMSU-A dan MHS menggunakan WRFDA sistem 3DVar. Penelitian ini dilakukan dengan analisis peningkatan asimilasi pada model data awal, analisis keterampilan model pada dikotomi prediksi curah hujan, kriteria curah hujan, curah hujan spasial, dan time series akumulasi hujan dibandingkan dengan data pengamatan curah hujan BMKG. Hasil penelitian menunjukkan bahwa eksperimen DA AMSU-A dan MHS memodifikasi data kondisi awal model dengan benar. Sementara itu, hasil verifikasi dikotomis mengungkapkan bahwa eksperimen DA observasi memiliki skor ketrampilan prakiraan tertinggi dibandingkan dengan asimilasi lainnya. namun diperlukan lagi percobaan di daerah Sumatra utara untuk memberikan hasil yang lebih signifikan.</p>
Pontianak merupakan daerah dengan status rendah dari ancaman kejadian puting beliung. Penelitian menggunakan metode deskriptif analitis terhadap data-data meteorologi sebelum dan saat puting beliung terjadi. Tekanan dan suhu udara selama 2 hari sebelum terjadinya puting beliung memiliki pola relatif sama dan teradi anomali pada saat hari kejadian. Pola suhu udara menunjukkan penurunan signifikan dari satu jam sebelum kejadian, yaitu sebesar 8,2 o C. Analisis angin permukaan menunjukkan kecepatan angin saat hari kejadian lebih tinggi dibanding 2 hari sebelumnya, dengan selisih 11 kt. Nilai LI dan TC menunjukkan keadaan atmosfer sangat labil. Nilai KI menunjukkan potensi konvektif sedang dan nilainya lebih tinggi dari dua hari sebelumnya. Nilai TT menunjukkan konvektif kuat, potensi TS lokal dan nilainya lebih tinggi dari dua hari sebelumnya. SWEAT menunjukkan potensi TS ringan dengan nilai labilitas yang lebih besar dari hari sebelumnya. Nilai CAPE menunjukkan energi potensial konvektif yang besar. Interpretasi dan analisis data citra satelit menunjukkan pertumbuhan awan konvektif kuat berpotensi menimbulkan angin puting beliung di Pontianak sekitaran pukul 08.00 UTC. Sehingga disimpulkan bahwa pada saat terjadi puting beliung kondisi atmosfer labil dan adanya tutupan awan Cumulonimbus (CB) yang memiliki Overshooting Top.
Indonesia is a tropical area with relatively high irradiation causes the rising of sea surface temperatures. The result is center of low pressure area which can trigger the formation of tropical cyclone which started by the formation of tropical disturbances such as tropical depressions, tropical storms and finally become a tropical cyclone. The objective of this research is to analyse of atmospheric and marine dynamics in Java Island during Cempaka Tropical Cyclone using parameters such as rainfall, wind, and sea wave height. Those parameters can represent the dynamic analysis of the atmosphere and waters in the Java Island during Cempaka Tropical Cyclone. Descriptive analysis is used as the method for this research. The results of data analysis showed that Cempaka Tropical Cyclone gives an impact as bad weather such as rain with moderate to heavy intensity in the
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.