Hujan lebat yang mengguyur sejak malam hingga dini hari pada tanggal 22-23 Februari 2020 di DKI Jakarta menyebabkan ratusan rumah dan beberapa ruas jalan tergenang banjir. Adanya belokan angin memperbesar potensi pembentukkan awan konvektif. Terpantau dari citra satelit Himawari-8, bahwa terdapat awan Cumulonimbus (Cb) yang tumbuh disekitar wilayah Serang, Banten yang kemudian menyatu dengan awan Cb di wilayah DKI Jakarta. Dalam fisika awan, terdapat energi yang tersedia dalam parsel udara dan berpengaruh terhadap proses pembentukkan awan yang disebut sebagai Convective Available Potential Energy (CAPE). Data dalam penelitian ini, diambil dari data reanalisis Copernicus ECMWF untuk CAPE kemudian diolah dengan aplikasi GrADS dan didukung dengan data citra satelit Himawari-8 untuk mengetahui fase dan jenis awan. Penulis bertujuan untuk mengkaji besar nilai CAPE saat hujan lebat agar dapat mengetahui potensi bencana banjir di wilayah DKI Jakarta. Hasil menunjukkan bahwa di wilayah Serang pada pukul 14.00 UTC memiliki nilai CAPE 2000 J/kg hingga > 2200 J/kg dan wilayah DKI Jakarta memiliki nilai CAPE sebesar 1000-1400 J/kg, kemudian pukul 15.00 UTC mulai terbentuk awan Cb diatas kedua wilayah tersebut. Kesimpulan yang diperoleh yaitu semakin besar CAPE maka semakin besar potensi pembentukkan awan dan semakin banyak presipitasi yang dihasilkan.Kata kunci: CAPE, Cumulonimbus, Hujan Lebat, Satelit Himawari-8, Data Copernicus ECMWF