Ada lima undang-undang bidang kesehatan yang diubah pasca pemberlakuan UU Cipta Kerja. Mengingat dampak pemberlakuan UU Cipta Kerja yang luar biasa mengubah peraturan perundang-undangan di sektor kesehatan, menjadi sangat penting untuk menganalisis peranan dan tanggungjawab pemerintah dalam pelayanan kesehatan pasca berlakunya UU Cipta Kerja sebagai bagian pemberlakuan Omnibus Law di Indonesia. Melalui penelitian yuridis normatif, dihasilkan penelitian bahwa pemerintah sebagai penanggungjawab terhadap perencanaan, pengaturan, penyelenggaraan, pembinaan, dan pengawasan penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat, melalui UU Ciptaker mengubah aturan di bidang kesehatan seperti penyederhanaan pasal-pasal dalam UU Kesehatan dan UU Rumah Sakit, jasa pelayanan kesehatan medis tidak dikenakan PPN, pemberian jasa pelayanan kesehatan medis tidak hanya pada tenaga kesehatan dan asisten tenaga kesehatan, dan mengharuskan rumah sakit melakukan akreditasi setiap tiga tahun sekali. Terkait hal tersebut, pemerintah berperan mengatur praktik pelayanan kesehatan di rumah sakit berupa pembinaan dan pengawasan terhadap rumah sakit, meminimalisir pembuatan kebijakan yang merugikan kepentingan tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit, dan memastikan masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai ketentuan pelayanan publik, kompetensi, dan standar operasional prosedur.
Sebagai pejabat umum pembuat akta autentik yang bertugas melayani kepentingan umum, Notaris dimungkinkan melakukan kesalahan dalam melaksanakan tugas jabatannya.Persoalannya kemudian adalah bagaimanabentuk-bentuk pelanggaran hukum dalam pelaksanaan jabatan Notaris dan tanggung jawab Notaris yang melakukan perbuatan melawanhukum.Penelitian yuridis normatif bentuk-bentuk pelanggaran hukum dalam pelaksanaan jabatan notarismenunjukkan bahwa perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh seorang Notaris dapat mencakup bidang perdata, administrasi, kode etik profesi dan pidana dengan konsekuensi sanksi sesuai lingkup bidang perbuatannya.
Pemberlakuan UU Cipta Kerja luar biasa mengubah peraturan perundang-undangan di sektor kesehatan. Namun, status UU Cipta Kerja menjadi tidak sesuai konstitusi atau inkonstitusional bersyarat pasca putusan MK 91/PUU-XVIII/2020 yang mengabulkan sebagian pengujian formil UU Cipta Kerja. Melalui penelitian hukum normatif, dihasilkan penelitian bahwa; sekalipun telah diundangkan UU 13/2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang mengakomodir penyusunan peraturan perundang-undangan dengan metode omnibus law; pelaksanaan hukum terhadap: penyederhanaan pasal-pasal dalam UU Kesehatan dan UU Rumah Sakit, jasa pelayanan kesehatan medis yang tidak dikenakan PPN, pemberian jasa pelayanan kesehatan medis yang tidak hanya pada tenaga kesehatan dan asisten tenaga kesehatan, dan pelaksanaan akreditasi rumah sakit setiap tiga tahun sekali; tetap berlaku dan selama dua (2) tahun tidak boleh ada peraturan terkait (baru) yang lain-lain, demi perwujudan kemanfaatan, kepastian, keadilan, kepentingan banyak yang lebih besar.
Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) 2020 sebagai proses kedaulatan rakyat di tingkat lokal untuk mewujudkan negara yang demokratif di tingkat daerah, menuntut penyelenggaraan pemilihan yang profesional dan dapat dipertanggungjawabkan, membutuhkan keintegritasan lembaga pengawasan penyelenggaraan pemilihan (Bawaslu), guna menjamin transparansi dan efisiensi penyelenggaraan. Namun, ada perbedaan kelembagaan Bawaslu di tingkat kabupaten/kota dalam UU Pilkada dan UU Pemilu sehingga timbul Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 48/PUU-XVII/2019 tentang Pengujian UU Pilkada terhadap UUD NRI 1945. Melalui penelitian hukum normatif, diketahui bahwa pasca putusan MK 48/PUU-XVII/2019, kewenangan pembentukan dan penetapan Panwas Kabupaten/Kota, bukan dibentuk dan ditetapkan oleh Bawaslu Provinsi, melainkan oleh Bawaslu (Pusat); nomenklatur Panwas Kabupaten/Kota dalam UU Pilkada harus dipahami pula sebagai Bawaslu Kabupaten/Kota; sifat kelembagaannya di tingkat kabupaten/kota menjadi permanen, bukan lagi ad hoc, dengan jumlah anggota sesuai UU Pemilu.
Kompleksnya perkembangan kehidupan sosial dapat menimbulkan tingkah laku menyimpang seperti timbulnya tindak pidana pencurian sepeda motor (curanmor). Penelitian yuridis empiris di Kepolisian Resort Nganjuk, Provinsi Jawa Timur menunjukkan bahwa korban curanmor mendapatkan perlindungan berupa restitusi, kompensasi, dan pendampingan. Namun adanya ketidakmemadaian atas sarana prasarana, anggaran, dan kuantitas aparat, terputusnya jaringan informasi, kurangnya alat bukti dan saksi, apatisnya masyarakat, dan kurang memadainya sarana pendukung pada tempat kejadian, menjadi penghampat dalam upaya pencegahan dan perlindungan hukum korban curanmor.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.