1) Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Galuh 2) Dosen Fakultas Pertanian Universitas Galuh 3) Dosen Fakultas Pertanian Universitas Galuh ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Tingkat Penerapan Teknologi PHT sebelum dan sesudah petani mengikuti SLPHT ; (2) Dampak Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) terhadap Tingkat Penerapan Teknologi PHT pada usahatani padi sawah (Oryza Sativa L.) Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus yang yang penentuan lokasinya dilakukan secara sengaja (purposive) pada Kelompok Tani Kutawaringin Desa Cinyasag Kecamatan Panawangan Kabupaten Ciamis. Analisis data untuk mengetahui penerapan teknologi PHT sebelum dan sesudah petani mengikuti SLPHT dianalisis secara deskriptif kualitatif, sedangkan untuk mengetahui dampak Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu terhadap tingkat penerapan teknologi PHT pada usahatani padi sawah, dianalisis menggunakan pendekatan statitiska non parametrik yaitu uji tanda sign test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : Tingkat penerapan teknologi PHT sebelum petani mengikuti SLPHT 85 persen termasuk kategori rendah, sedangkan setelah petani mengikuti SLPHT 77,5 persen termasuk kategori tinggi. Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu mempunyai dampak positif yang nyata terhadap penerapan teknologi PHT pada usahatani padi sawah terutama peningkatan produksi padi sawah di Desa Cinyasag Kecamatan Panawangan Kabupaten Ciamis. Kata kunci : SLPHT, PHT, Padi Sawah PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup atau bekerja pada sektor pertanian, sehingga pembangunan pertanian memegang peran penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf hidup masyarakat (Arsyad, 2004). Kemampuan pemerintah daerah untuk melihat sektor yang memiliki keunggulan/kelemahan diwilayahnya menjadi semakin penting. Sektor yang mempunyai keunggulan memiliki prospek yang lebih baik untuk dikembangkan dan diharapkan dapat mendorong sektor-sektor lain untuk berkembang (Tarigan, 2005). SLPHT merupakan teknologi yang baik dalam mendorong peningkatan produksi beras nasional dan dipilihnya komoditi padi sawah dalam penelitian mengenai SLPHT ini karena selain beras merupakan makanan pokok penduduk, padi sawah juga dibudidayakan di seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Ciamis, sehingga dampak negatif akibat pemberian input agrokimia yang terus menerus dan tidak terkendali pada padi sawah akan menyebar di seluruh kabupaten Ciamis. Pengertian PHT secara umum merupakan sistem perlindungan tanaman yang erat kaitannya dengan usaha pengamanan produksi mulai dari pra-tanam, pertanaman sampai pasca panen, seperti pengolahan lahan, penentuan varietas, penggunaan benih unggul, penentuan waktu tanam, pemupukan berimbang yang tepat, pengaturan perairan, dan teknis budidaya lainnya. Pada prinsipnya penerapan PHT adalah pengelolaan agroekosistem secara keseluruhan, sehingga ...
The research was conducted to see the forage production, carry capacity and rotation cycle that was most suitable for grazing cattle in the ecosystem of oil palm plantations. The research was conducted at Tanah Itam Ulu Oil Palm Plantation, Tanah Itam Ulu Village, Lima Puluh District, North Sumatra from January-December 2017. The research used RCBD consisting of 3 x 3 with 3 replications. The first factor is the age of oil palm trees (6, 12 18 years), the second factor is the rotation cycle of forage (40, 50, 60 days). The parameters observed: forage production, cattle capacity, forage nutritional and botanical composition. The research results showed that forage production and carrying capacity had a significantly higher effect (P <0.05) with a harvest interval of 40 days at the location of juvenile oil palm, which was 11,962 kg dry matter /ha/year and carrying capacity was 1.31 AU/ha. Forage quality (protein, NDF and ADF) had no significant effect (P> 0.05). The dominant forage species appeared in almost all observation plots, namely Cyrtococcum and Axonopus. The results of the study concluded that oil palms of 12 years with a harvest rotation of 40 days provided the largest capacity for grazing beef cattle.
Helicoverpa armigera merupakan hama penggerek buah pada tanaman cabai merah di Indonesia. Kehilangan hasil akibat serangan H. armigera dapat mencapai 60%. Pengendalian yang umum dilakukan ialah menggunakan insektisida secara intensif, yang dapat menimbulkan berbagai dampak negatif. Feromon seks merupakan salah satu alternatif cara yang dapat digunakan untuk memonitor dan mengendalikan H. armigera. Penelitian bertujuan untuk mengetahui perilaku kawin ngengat betina H. armigera dan untuk mengevaluasi respons ngengat jantan terhadap feromon seks dari kelenjar ngengat betina dara H. armigera pada tanaman cabai merah. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Rumah Kasa Balai Penelitian Tanaman Sayuran dan di lahan petani di Desa Pabedilan Kaler, Kecamatan Pabedilan, Kabupaten Cirebon dari Bulan April 2009 sampai dengan Maret 2010. Penelitian dilakukan pada tiga tahap kegiatan yaitu : (1) perilaku memanggil betina dara dilakukan dengan cara memasukkan 20 ekor betina dara ke dalam vial plastik (10 ml) dan diberi makan larutan sukrosa 10%. Perilaku memanggil diamati setiap jam sepanjang malam, dimulai dari saat periode gelap mulai pukul 18.00 – 06.00, perlakuan diulang tiga kali, (2) untuk mengetahui respons ngengat jantan terhadap feromon seks dilakukan menggunakan tabung olfaktometer. Rancangan percobaan yang digunakan ialah acak kelompok terdiri atas lima perlakuan dan diulang lima kali, dan (3) evaluasi feromon seks dilakukan di lahan petani di Kabupaten Cirebon. Rancangan percobaan yang digunakan ialah acak kelompok terdiri atas enam perlakuan dan empat ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku memanggil betina dara H. armigera mulai umur 1 hari mencapai maksimum pada hari ketiga pada periode 7 sampai 8 jam setelah scotophase. Respons ngengat jantan tertinggi terhadap feromon seks diperoleh dari ekstrak kelenjar feromon asal betina dara umur 4 hari sebesar 20,33% dan berbeda nyata bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya kecuali dengan betina dara umur 2 dan 3 hari. Kerusakan buah cabai terendah dan berbeda nyata diperoleh dari perlakuan feromonoid seks + insektisida (9,25%) diikuti feromon seks + insektisida (16,13%), dan insektisida (13,55%). Kerusakan buah cabai tertinggi (49,29%) diperoleh pada perlakuan kontrol. Kombinasi antara penggunaan feromon dengan insektisida mampu menekan kehilangan hasil buah cabai merah akibat serangan H. armigera sebesar 61,10 – 62,18 % bila dibandingkan dengan kontrol. Feromon seks merupakan senyawa kimia yang efektif untuk memonitor dan mengendalikan populasi H. armigera pada tanaman cabai di lapangan.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.