The fruit borer (Helicoverpa armigera Hubner) is one of the key pests of chili pepper in Indonesia. Yield loss due to this insect pest may reach up to 60%. Chemical treatment for controlling this insect pest is ineffective and eventually leads to environmental pollution. More environmentally safe insecticides are developed based on natural plant ingredients as their active compound such as essential oils. This study aimed to assess the potential of citronella oil for managing H. armigera on chili pepper. The experiments were conducted at the Indonesian A field experiment was designed in a randomized complete block design with five treatments and replicated five times. Citronella oil was extracted by steam distillation from Cymbopogon nardus. The oil was then chemically characterized by using GC-MS and its efficacy (ovicidal and feeding deterrent) against H. armigera was tested both in laboratory and field conditions. The GC-MS result showed that major chemical compounds of the citronella oil used were citronella (35.97%), nerol (17.28%), citronellol (10.03%), geranyle acetate (4.44%), elemol (4.38%), limonene (3.98%), and citronnellyle acetate (3.51%). The laboratory experiment revealed that the highest concentration (4,000 ppm) of citronella oil reduced egg laying by 53-66%. Ovicidal activity was concentration dependent, and egg hatchability decreased by 15-95% compared to control. The field experiment showed that treatment of citronella oil at 2.0 mL L -1 significantly reduced fruit damage by H. armigera similar to the plots treated with spinosad at the recommended dose (60 g ai ha -1 ). Application of citronella oil significantly reduced fruit damage by 72% and increased quality of the chili pepper. Because oviposition and feeding deterrent properties are key factors in controlling the pest, therefore this study revealed that citronella oil has potential to be incorporated into the controlling program of H. armigera on chili pepper.
Salah satu upaya untuk menekan penggunaan insektisida yang intensif untuk mengendalikan hama Spodoptera exigua pada budidaya bawang merah ialah menerapkan ambang pengendalian. Ambang pengendalian S. exigua dapat diterapkan berdasarkan populasi kelompok telur, kerusakan tanaman, atau berdasarkan populasi ngengat yang tertangkap menggunakan feromonoid seks. Penelitian penetapan ambang pengendalian berdasarkan populasi ngengat S.exigua yang tertangkap menggunakan feromonoid seks dilaksanakan di Desa Lakawan, Kecamatan Anggeraja (± 530 m dpl.), Kabupaten Enrekang, Provinsi Sulawesi Selatan, sejak Bulan Februari sampai dengan Agustus 2012. Sembilan macam perlakuan diuji pada percobaan ini, yaitu (A) > 0 ngengat S.exigua tertangkap/perangkap/hari, (B) ≥ 5 ngengat S.exigua tertangkap/perangkap/hari, (C) ≥ 10 ngengat S.exigua tertangkap/perangkap/ hari, (D) ≥ 15 ngengat S.exigua tertangkap/perangkap/ hari, (E) ≥ 20 ngengat S.exigua tertangkap/perangkap/ hari, (F) 0,1 kelompok telur/tanaman contoh, (G) Kerusakan tanaman 5%, (H) disemprot insektisida secara rutin dua kali/minggu, dan (I) kontrol (tidak disemprot dengan insektisida). Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok dan setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Feromonoid seks yang digunakan ialah Feromon Exi yang diproduksi oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Hasil percobaan menunjukkan bahwa dengan penerapan ambang pengendalian berdasarkan hasil tangkapan populasi ngengat S.exigua menggunakan Feromon Exi sebanyak ≥ 10 ekor/perangkap/hari penggunaan insektisida dapat dikurangi sebesar 35,71% dengan hasil panen sebesar 13,46 t/ha, yang setara dengan hasil panen pada perlakuan menggunakan insektisida dua kali/minggu. Dengan demikian ambang pengendalian tersebut secara ekonomi layak untuk diadopsi karena dapat meningkatkan pendapatan bersih dan mengurangi biaya jika dibandingkan dengan pengendalian menggunakan insektisida dua kali/minggu.
<p>Perkembangan varietas-varietas bawang merah di suatu daerah ditentukan oleh keserasian dengan lingkungan, potensi hasil, toleransi terhadap serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT), serta umur dan mutu hasil. Penelitian bertujuan untuk menguji penampilan beberapa klon bawang merah dan hubungannya dengan intensitas serangan OPT penting. Penelitian dilaksanakan di Brebes dan Tegal (Jawa Tengah) dari Bulan Juni sampai dengan September 2011. Perlakuan yang diuji ialah 10 klon bawang merah hasil silangan tahun 2004 dan 2005, serta dua varietas bawang merah sebagai pembanding (Bauji dan Bima Brebes). Rancangan percobaan yang digunakan ialah acak kelompok dan diulang tiga kali. Parameter yang diamati ialah pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah anakan), hasil panen, dan serangan OPT penting. Hasil penelitian menunjukkan bahwa klon no. 2005/1 dapat beradaptasi dengan baik di Brebes dan Tegal, mampu menghasilkan produksi tertinggi masing-masing sebesar 9,95 dan 17,50 t/ha, mempunyai diameter umbi terbesar (1,87 dan 2,41 cm), bentuk umbi bulat, dan berwarna merah tua, sedangkan klon no. 2004/11 mempunyai pertumbuhan dan produktivitas yang tinggi, relatif toleran terhadap serangan Spodoptera exigua, Alternaria porri, dan Colletotrichum gloeosporioides, diameter umbi (1,67 dan 1,96 cm), bentuk umbi bulat, dan berwarna merah tua, sedangkan klon no. 2004/10 dan no. 2005/19 sangat rentan terhadap serangan hama S. exigua, penyakit A. porri, dan C. gloeosporioides. Klon-klon yang mempunyai tingkat serangan rendah/toleran terhadap OPT merupakan klon harapan bawang merah toleran/tahan OPT. Namun demikian, penggunaan pestisida sesuai dengan konsep pengendalian hama terpadu (PHT) masih tetap diperlukan terutama apabila serangan OPT tersebut mencapai ambang pengendalian yang ditetapkan.</p><p> </p><p>The development of shallots varieties in one location depends on the genetic adaptability, yield potential, tolerance to pest and diseases, harvest date, yield and quality. The aim of study was to evaluate 10 clones and two local clones as check, Bima Brebes and Bauji were conducted in Brebes and Tegal (Central Java) from June to September 2011. The trial were laid out in a completely randomized block design and each treatment was replicated three times. The parameters used for evaluating these clones were plant height, no. of sprout, no. of leaves, yield and pests and diseases incidence. The results showed that considering overall performance, clone no. 2005/1 gave the highest yield (9.95 and 17.50 t/ha), and diameter of bulb (1.87 and 2.41 cm) in Brebes and Tegal respectively, clone no. 2004/11 produced growth and good yield and showed tolerance to Spodoptera exigua, Alternaria porri, and Colletotrichum gloeosporioides, bulb diameter (1.67 and 1.96 cm) with dark red color, while clone no. 2004/10 and no. 2005/19 were identified as the most susceptible clones to S. exigua, A. porri, and C. gloeosporioides. This suggests that some of shallots clones could be good candidates for the new varieties of shallots. However, the use of pesticides in IPM concept were still needed especially if the incidence of pests and diseases reach the action threshold.</p>
1) Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Galuh 2) Dosen Fakultas Pertanian Universitas Galuh 3) Dosen Fakultas Pertanian Universitas Galuh ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Tingkat Penerapan Teknologi PHT sebelum dan sesudah petani mengikuti SLPHT ; (2) Dampak Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) terhadap Tingkat Penerapan Teknologi PHT pada usahatani padi sawah (Oryza Sativa L.) Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus yang yang penentuan lokasinya dilakukan secara sengaja (purposive) pada Kelompok Tani Kutawaringin Desa Cinyasag Kecamatan Panawangan Kabupaten Ciamis. Analisis data untuk mengetahui penerapan teknologi PHT sebelum dan sesudah petani mengikuti SLPHT dianalisis secara deskriptif kualitatif, sedangkan untuk mengetahui dampak Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu terhadap tingkat penerapan teknologi PHT pada usahatani padi sawah, dianalisis menggunakan pendekatan statitiska non parametrik yaitu uji tanda sign test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : Tingkat penerapan teknologi PHT sebelum petani mengikuti SLPHT 85 persen termasuk kategori rendah, sedangkan setelah petani mengikuti SLPHT 77,5 persen termasuk kategori tinggi. Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu mempunyai dampak positif yang nyata terhadap penerapan teknologi PHT pada usahatani padi sawah terutama peningkatan produksi padi sawah di Desa Cinyasag Kecamatan Panawangan Kabupaten Ciamis. Kata kunci : SLPHT, PHT, Padi Sawah PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup atau bekerja pada sektor pertanian, sehingga pembangunan pertanian memegang peran penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf hidup masyarakat (Arsyad, 2004). Kemampuan pemerintah daerah untuk melihat sektor yang memiliki keunggulan/kelemahan diwilayahnya menjadi semakin penting. Sektor yang mempunyai keunggulan memiliki prospek yang lebih baik untuk dikembangkan dan diharapkan dapat mendorong sektor-sektor lain untuk berkembang (Tarigan, 2005). SLPHT merupakan teknologi yang baik dalam mendorong peningkatan produksi beras nasional dan dipilihnya komoditi padi sawah dalam penelitian mengenai SLPHT ini karena selain beras merupakan makanan pokok penduduk, padi sawah juga dibudidayakan di seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Ciamis, sehingga dampak negatif akibat pemberian input agrokimia yang terus menerus dan tidak terkendali pada padi sawah akan menyebar di seluruh kabupaten Ciamis. Pengertian PHT secara umum merupakan sistem perlindungan tanaman yang erat kaitannya dengan usaha pengamanan produksi mulai dari pra-tanam, pertanaman sampai pasca panen, seperti pengolahan lahan, penentuan varietas, penggunaan benih unggul, penentuan waktu tanam, pemupukan berimbang yang tepat, pengaturan perairan, dan teknis budidaya lainnya. Pada prinsipnya penerapan PHT adalah pengelolaan agroekosistem secara keseluruhan, sehingga ...
<p>Budidaya bawang merah dengan menggunakan true shallot seed (TSS) dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu<br />(1) penanaman TSS langsung di lapangan, (2) penyemaian TSS terlebih dahulu untuk mendapatkan bibit, dan (3) pembuatan umbi<br />mini, yaitu umbi bibit mini (< 3 g/umbi) yang berasal dari TSS. Tujuan penelitian adalah mendapatkan media semai, cara semai,<br />dan kedalaman semai TSS paling tepat untuk menghasilkan bibit dan umbi mini bawang merah (var. Bima). Penelitian lapangan<br />dilakukan di Kebun Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang, Jawa Barat (± 1.250 m dpl), dari bulan Juni sampai Oktober 2013,<br />menggunakan rancangan petak terpisah dengan tiga ulangan. Petak utama (A) adalah media semai, terdiri atas : a<br /> = tanah + pupuk<br />kandang (1:1), a<br />2<br /> = tanah + pupuk kandang + arang sekam padi (1:1:1), dan a<br /> = tanah + pupuk kandang + cocopit (1:1:1). Anak<br />petak (B) adalah cara semai + kedalaman semai TSS, terdiri atas : b<br />1<br />3<br /> = disebar + kedalaman 1 cm, b<br /> = disebar + kedalaman 2 cm,<br />b<br />3<br /> = digarit + kedalaman 1 cm, dan b<br />4<br />2<br /> = digarit + kedalaman 2 cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media semai campuran<br />tanah + pupuk kandang dengan cara semai TSS disebar rata di bedengan sedalam 2 cm dan bibit dipindahkan ke lapangan pada<br />umur 6 minggu setelah semai merupakan perlakuan yang baik karena dapat menghasilkan jumlah bibit yang tumbuh cukup banyak <br />dan menghasilkan bobot kering eskip paling tinggi, yaitu 1,51 kg/m<br /> setara 12,08 t/ha (efisiensi lahan 80%). Kombinasi media<br />semai tanah + pupuk kandang + arang sekam padi dengan cara semai TSS disebar pada garitan sedalam 2 cm menghasilkan umbi<br />mini paling banyak, yaitu 358 umbi setara 1.909.333 umbi mini dengan bobot antara 0,938 g/1,5 m<br />2<br /> setara 5,003 t/ha (efisiensi<br />lahan 80%). Hasil umbi mini tersebut hanya sekitar 36% dari total bobot umbi kering eskip yang dihasilkan. Persentase umbi mini<br />yang dihasilkan masih rendah, oleh karena itu penanaman bawang merah asal TSS lewat seedling diduga paling menjanjikan.</p>
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.