<p><span lang="EN-US">Usulan Presiden Joko Widodo untuk menerbitkan <em>Omnibus Law</em> menuai reaksi publik. Hal ini karena </span><span>Indonesia menganut sistem hukum<em> civil law</em>, sementara <em>omnibus law</em> dari sistem hukum<em> common law, </em>serta setiap undang-undang memiliki landasan filosofis, yuridis, dan sosiologis berbeda sehingga menyulitkan memastikannya tetap ada dalam <em>omnibus law</em>. Rumusan permasalahan penulisan ini adalah bagaimana konsepsi, manfaat dan kelemahan pembentukan Undang-Undang melalui model <em>omnibus law</em>, kemudian bagaimana peluang dan tantangan <em>omnibus law</em> untuk dapat diadopsi dalam sistem perundang-undangan Indonesia. Penulisan ini menggunakan </span><span lang="EN-US">metode penelitian yuridis normatif, dengan pendekatan perundang-undangan dan konsep, yang juga mengkaji studi dokumen.</span><span> Manfaat <em>omnibus law</em> bagi pembentuk undang-undang akan mudah mencapai kesepakatan dan menghindarkan dari kebuntuan politik, </span><span>menghemat waktu dan mempersingkat proses legislasi, </span><span>pembentukan Undang-Undang menjadi lebih efisien, dan meningkatkan produktivitas dalam pembentukan Undang-Undang. Kelemahan <em>omnibus law</em> adalah </span><span>pragmatis dan kurang demokratis, membatasi ruang partisipasi maupun disusun tidak sistematis dan kurang hati-hati<em>. </em>Peluang diadopsinya teknik <em>omnibus law</em> secara permanen dalam sistem perundang-undangan di Indonesia akan sangat tergantung dari keberhasilan dan manfaat Undang-Undang <em>omnibus law</em> yang dihasilkan. Sejumlah persyaratan perlu dipenuhi dalam penggunaan <em>omnibus law</em> di Indonesia yakni pemenuhan azas keterbukaan, kehati- hatian, dan partisipasi masyarakat serta sebaiknya tidak dilakukan untuk kebijakan yang mengandung skala besar utamanya berkaitan dengan HAM</span></p>
Penerapan Pancasila sebagai cita hukum bangsa Indonesia dan sekaligus sumber segala sumber hukum negara masih menghadapi sejumlah permasalahan salah satunya kemauan politik pembentuk peraturan perundang-undangan yang merupakan anggota Partai politik. Akibat pembentukan yang tidak bersumber pada Pancasila maka peraturan perundang-undangan yang diberlakukan di pusat maupun daerah menimbulkan permasalahan. Permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini mengenai cara meningkatkan peran partai politik untuk mewujudkan peraturan perundang-undangan yang berdasarkan kepada nilai-nilai Pancasila. Metode pendekatan yang dipergunakan dalam tulisan ini adalah dengan pendekatan konseptual, dengan mendasarkan pada kedudukan Pancasila sebagai cita hukum, serta fungsi partai politik dalam negara demokratis. Temuan yang didapat yaitu fungsi legislasi sering dikesampingkan dibanding fungsi pengawasan dan anggaran, politik mayoritas menjadi dasar pemikiran para pembuat peraturan perundang-undangan dan bukan ukuran ideologi atau konstitusional, pragmatisme perekrutan calon anggota parlemen, serta adanya perilaku korupsi legislasi. Untuk meningkatkan peran partai politik mewujudkan peraturan perundang-undangan yang berdasarkan pada Pancasila dapat dilakukan dengan cara mewajibkan Parpol di semua tingkatan menyusun desain politik legislasi dalam masa kampanye Pemilu, kepengurusan Parpol dibagi ke dalam 3 (tiga) komponen salah satunya calon anggota lembaga perwakilan, ketegasan Parpol untuk menarik atau mengganti anggotanya di lembaga perwakilan yang lalai dalam menjalankan politik legislasi Pancasila, memasukkan kurikulum pendidikan Pancasila dalam pengkaderan anggota Parpol secara berjenjang dan berkelanjutan, dan negara segera membuat panduan atau pedoman sebagai dokumen resmi dalam menafsirkan dan memahami sila-sila Pancasila.The application of Pancasila as the legal idealsm of the Indonesia and as the source of all legal sources still dealing with some problems, one of which were the political will of laws and regulations maker which are the members of political parties. As a result of the formation that does not originate from Pancasila, the laws and regulations that are enforced at the central and regional levels cause problems. The issues discussed in this paper are about how to increase the role of political parties to refine laws and regulations based on Pancasila values. The method of approach used in this paper is a conceptual approach, based on the standing of the Pancasila as a legal idealism, as well as the function of political parties in a democratic country. The findings obtained are that the legislative function is often ruled out compared to the controlling and budgeting functions, political majorities become the rationale for legislators and not ideological or constitutional measures, pragmatism for recruiting parliament candidates, and the existence of corrupt behaviour in the legislation. To increase the role of political parties in refining laws and regulations based on Pancasila can be done by requiring the political parties at all levels to construct political legislation design in the election campaign period, management of political parties are divided into three (3) components one of which members of the legislature candidate, the firmness of political parties to withdraw or change the members in the legislature that fail to implement the Pancasila political legislation, including the Pancasila education curriculum in the cadre of political party members gradually and continuously, and the state immediately made guidelines as official documents in interpreting and understanding the Pancasila principles.
There are 2 rules of legislation that is the basic rules of legislation and orderly formulation of legislation.
Constitutional Court Decision No. 100/PUU-XI/2013 stated that Pancasila as a basic state declared in the the 1945 preamble can not be equated with the 1945 Constitution, Unity in Diversity, and the Unitary State of Indonesia declared as the pillars of the nation and state as cited in the Article 34 paragraph (3b) letter a. Considering the benefits of the nation’s effort to build a character, the Constitutional Court declared constitutional effort of political parties and other state agencies that carry out political education through the dissemination of Pancasila, the 1945 Constitution, Unity in Diversity. The Court sets a model of character education necessary to be developed which is not limited in the for pillars but it includes some other aspects such as the state of law, sovereignty, an insight of archipelago, national defense, and so forth. The government basically hold the primary responsibility for implementing character education for its citizens. Thus, the government needs to consider of alternatives to establish a special agency to formulate and implement effective national character education.
Artikel ini berjudul Kebijakan Pemulangan WNI eks ISIS Ditinjau dari Perspektif Hukum. Latar belakang dari penulisan ini dimana kewarganegaraan merupakan hal yang sangat penting karena adanya perlindungan hukum oleh negara terhadap warga negaranya. Sejak ISIS dinyatakan kalah, sebagian warga negara Indonesia yang bergabung dengan ISIS berkeinginan untuk kembali ke Indonesia. Munculnya wacana pemulangan WNI eks ISIS menjadi suatu hal yang dilematis, namun kebijakan tersebut harus tetap diambil oleh pemerintah demi menjaga stabilitas keamanan nasional. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan undang-undang dan pendekatan analitis. Berdasarkan hasil penelitian tulisan ini dapat disimpulkan bahwa dalam pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia menyatakan seseorang kehilangan kewarganegaraanya berkaitan dengan tindakan sesorang terhadap negara lain. Namun disisi lain negara berkewajiban memberikan hak kepada seluruh warga negara dalam segala aspek sebagai bentuk tanggung jawab negara terhadap hak asasi manusia. Kata Kunci: Warga Negara Indonesia, ISIS, Status Kewarganegaraan, Hak Asasi Manusia
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.