P enyakit infeksi cacing usus yang ditularkan melalui tanah (soil transmitted helminthiasis) masih merupakan masalah dunia terutama di negara yang sedang berkembang.1 Prevalensi pada anak balita dan murid sekolah dasar tinggi.2 World health organization memperkirakan hampir 1 milyar penduduk dunia menderita infeksi parasit cacing. Di Indonesia infeksi cacing usus masih merupakan problem kesehatan masyarakat yang penting, dengan prevalensi yang cukup tinggi.3 Hasil survei di beberapa tempat menunjukkan prevalensi antara 60%-90% pada anak usia sekolah dasar. 4 Empat spesies utama cacing usus yang merupakan persoalan kesehatan masyarakat di Indonesia adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Necator americanus dan Ancylostoma duodenale.5 Injeksi cacing pada seorang anak dapat ditemukan secara tunggal maupun campuran, 1,3,5 dan dapat menyebabkan malnutrisi, anemia, menurunnya kesehatan jasmani dan menurunkan selera makan sehingga dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan, 1-4,6,7 dan dapat menyebabkan penurunan kemampuan kognitif. 8Infeksi cacing usus yang ditularkan melalui tanah (soil transmitted helminthiasis) merupakan masalah dunia terutama di negara yang sedang berkembang. Diperkirakan 1 milyar penduduk dunia menderita infeksi parasit cacing. Prevalensi pada anak usia sekolah dasar di Indonesia antara 60%-80%. Paling sering disebabkan oleh Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan cacing tambang. Infeksi cacing selain berpengaruh terhadap pemasukan, pencernaan, penyerapan, serta metabolisme makanan, yang dapat berakibat hilangnya protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan darah dalam jumlah yang besar, juga menimbulkan gangguan respon imun, menurunnya plasma insulin like growth factor (IGF)-1, meningkatkan kadar serum tumor necrosis factor a (TNF), dan menurunkan konsentrasi hemoglobin rerata. Di samping itu dapat menimbulkan berbagai gejala penyakit seperti anemi, diare, sindrom disentri dan defisiensi besi, sehingga anak yang menderita infeksi cacing usus merupakan kelompok risiko tinggi untuk mengalami malnutrisi. Keadaan ini secara tidak langsung dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan.
Jumlah kasus mikropenis tidak diketahui secara pasti, diduga tidak semua pasien berobat. Dalam penanganan mikropenis, terapi hormonal dengan testosteron merupakan pilihan utama. Terapi testosteron 25 mg intramuskular setiap 3 minggu, 4 dosis, dapat langsung diberikan sebelum pemeriksaan kadar testosteron darah. Jika tidak terjadi penambahan panjang penis, pemberian terapi hormonal dapat diulangi satu siklus lagi. Terapi operatif dipertimbangkan pada kasus yang gagal dengan terapi hormonal. Sebaiknya pasien mikropenis diberi pengobatan dalam pengawasan ahli endokrinologi anak.
Background Although intestinal helminthiasis causes highmorbidity and has a negative impact on children’s growth anddevelopment, the efficacy of antihelmintics for multiplehelminthiasis in mass treatment is still doubtful.Objective To compare the efficacy of single dose mebendazoleand a combination of pyrantel pamoate and mebendazole for thetreatment of multiple infections due to Ascaris lumbricoides,hookworm, and Trichuris trichiura.Methods Subjects were elementary school students in Suka Village,Tiga Panah subdistrict, North Sumatera. They were randomizedto either receive mebendazole (M Group) or mebendazole-pyrantel pamoate group (MP Group). Stool examinations wereperfomed on each subjects on day 7, 14, 21, and 28 after treatment.Analyses were perfomed by using chi-squared and Mann-WhitneyU tests.Results The prevalence of intestinal helminthiasis was 95.4%. T.trichiura (88.7%) was the most common cause of infection followedby A. lumbricoides (79.5%), and hookworm (3.1%). Two hundredthirty nine (76.8%) children had multiple infections. Althoughthe egg reduction rate of intestinal helminthiasis in thecombination group was faster than that of the mebendazole group,there was no significant difference in the cure rate of both groups.Conclusion A single dose of mebendazole is preferred for masstreatment of multiple intestinal helminthiasis infections.
Latar belakang. Glukosa sumber energi untuk latihan fisik dan berpengaruh pada keseimbangan metabolisme tubuh. Glukosa menyebabkan masuknya ion natrium ke dalam sel. Sewaktu ATP terhidrolisis menjadi ADP, protein pembawa mengalami fosforilasi dan perubahan konformasi yang menyebabkan ion natrium dilepaskan ke cairan ekstrasel. Kemudian dua ion kalium berikatan di sisi ekstrasel masuk ke sel.Tujuan. Untuk mengetahui dan membandingkan perubahan kadar natrium dan kalium serum sebelum dan setelah latihan fisik akut pada kelompok yang diberikan air putih dan air berglukosa 40%.Metode. Empat puluh anak SLTP sehat yang dipilih secara acak sederhana mendapat minuman glukosa 40% (dosis 1 g/kgBB yang dilarutkan dalam 300cc air) (n=20) dan air putih sebanyak 300 cc (n=20). Semua anak diberi minum 10 menit sebelum latihan fisik, kemudian dilakukan latihan fisik selama 10 menit. Sampel darah vena diambil sebelum anak minum dan setelah melakukan latihan fisik.Hasil. Terjadi perubahan penurunan natrium serum berbeda bermakna setelah latihan fisik akut (p<0,05) pada kelompok air putih, sedangkan pada kelompok air berglukosa 40% terjadi peningkatan natrium serum. Perbandingan kadar natrium serum kedua kelompok berbeda bermakna (p<0,05). Kadar kalium serum tidak mengalami perubahan (p>0,05) pada kedua kelompok.Kesimpulan. �� � � � � � � ��� � � � � � -Pemberian minuman berglukosa 40% sebelum latihan fisik akut dapat menyebabkan peningkatan kadar natrium serum.
Latar belakang: data memperlihatkan terjadi perubahan usia awitan pubertas pada anak laki-laki dalam beberapa dekade belakangan ini. Hal ini mungkin disebabkan adanya perbaikan kondisi sosioekonomi, status gizi, kesehatan umum dalam jangka waktu tertentu tersebut. Perubahan tersebut mungkin juga mempengaruhi ukuran testis pada saat awitan pubertas anak laki-laki. Tujuan: untuk mengetahui gambaran besar testis anak laki-laki pada saat awitan pubertas. Metoda: penelitian cross sectional pada anak laki-laki di beberapa sekolah SD/ SLTP, dilakukan pada bulan Februari 2004 di kota Medan. Sampel penelitian diambil secara systematic random sampling. Pemeriksaan ukuran testis dilakukan dengan cara orkidometer Prader. Hasil: diperoleh jumlah subjek 122 orang anak, besar testis anak laki-laki pada saat awitan pubertas dimulai pada ukuran nomor 4 sampai 12. Dijumpai besar testis terbanyak pada ukuran nomor 8 (37,3%) dan 12 (1,6%). Kelompok umur 9-10 tahun memulai awitan pubertas pada ukuran testis nomor 4, umur 11-12 tahun pada nomor 5, dan umur 13-14 tahun memulai pada nomor 6. Pada anak dengan obesitas memulai awitan pubertas pada ukuran testis nomor 5, status gizi lebih pada nomor 6, status gizi baik, sedang, kurang dan buruk masing-masing pada nomor 4. Kesimpulan: besar testis anak laki-laki pada saat awitan pubertas dimulai ukuran nomor 4 sampai 12, dan besar testis terbanyak sesuai ukuran orkidometer Prader nomor 8. Kelompok umur yang lebih tua dan status gizi lebih baik memulai awitan pubertas pada ukuran testis lebih besar. Kata kunci: ukuran testis, awitan pubertasA witan pubertas pada anak laki-laki ditandai secara fisik dengan melihat ukuran genitalia (testis dan penis) dan pertumbuhan rambut pubis. Perkembangan fisik pubertas dapat dilihat dengan menggunakan skala Tanner, awitan pubertas pada anak laki-laki didefinisikan sebagai tingkat maturitas kelamin dua (TMK2). Tanda awal perkembangan pubertas pada anak lakilaki adalah pembesaran ukuran testis dan penipisan kulit skrotum, kemudian diikuti oleh pigmentasi skrotum, pembesaran penis dan kemudian terlihat pertumbuhan rambut pubis. Dengan demikian, ukuran volume testis dapat juga digunakan untuk menentukan usia awitan pubertas.3,4 Zachmann, Prader dkk 5 menuliskan terjadinya perubahan ukuran testis dari 3 menjadi 4 ml dan bertambahnya 2,5 cm pada diameter terpanjang karena adanya stimulasi gonadal.Rekaman sejarah memperlihatkan terjadi perubahan usia awitan pubertas pada anak laki-laki dalam beberapa dekade belakangan ini. Hal ini mungkin disebabkan
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.