Otitis media supuratif kronis tipe kolesteatom bisa menyebabkan komplikasi ekstrakranial dan intrakranial. Meningitis merupakan komplikasi intrakranial dari otitis media supuratif kronis yang paling sering terjadi. Meningitis bakteri dapat menyebabkan terjadinya stroke. Terapi medikamentosa dengan antibiotik intravena spektrum luas dan tindakan operasi akan memberikan outcome yang baik. Dilaporkan seorang pasien anak laki-laki usia 13 tahun dengan diagnosis otitis media supuratif kronis auris dekstra tipe kolesteatom dengan komplikasi sekuele stroke akibat meningoensefalitis yang ditatalaksana dengan terapi medikamentosa dan timpanomastoidektomi dinding runtuh. Penatalaksanaan otitis media supuratif kronis tipe kolesteatom dengan komplikasi sekuele stroke akibat meningoensefalitis terdiri dari terapi medikamentosa yang adekuat dan timpanomastoidektomi dinding runtuh untuk menghilangkan sumber infeksi di telinga tengah.
Background: The cause of Nasopharungeal Carcinoma (NPC) is an interaction of multiple factors. The main etiologic factors are Epstein-Barr virus (EBV) infection which interacts with genetic susceptibility, and environmental factors. The growth of malignancy due to the virus is largely determined by the host immune response. Human leukocyte antigen (HLA) plays a significant role in presenting viral antigens, which is the key in determining the impact of the host immune response against this viral infection. Purpose: To discuss the role of HLA in NPC. Literature review: Individuals with specific HLA alleles may experience a decreased ability to present viral antigens and be less efficient in triggering an immune response against EBV-infected cells resulting in increased susceptibility to NPC and vice versa, so those specific HLA alleles may be protective. Various studies have reported the association of HLA alleles with NPC. The results of these studies are not always consistent. In the study of HLA class I, HLA-A2 and HLA-B46 alleles were the most consistently increasing frequency in NPC, while HLA-A11, HLA-B13, and HLA-B27 alleles were associated with a decreased risk of NPC. The HLA-DRB1*03, *08, *09, and *10 alleles contributed to susceptibility to NPC, while the HLA-DRB1*11 and *12 alleles were protective factors against NPC. Conclusion: Genetic factors are important risk factors for NPC, many studies have consistently reported the role of HLA in the pathogenesis of NPC, where specific HLA alleles cause susceptibility to NPC growth, but several HLA alleles are also associated with a reduced risk of NPC.ABSTRAKLatar belakang: Penyebab terjadinya Karsinoma Nasofaring (KNF) merupakan interaksi dari beberapa faktor. Faktor etiologi utama adalah infeksi virus Epstein-Barr (EBV) yang berinteraksi dengan kerentanan genetik, dan faktor lingkungan. Pertumbuhan keganasan akibat virus sangat ditentukan oleh respon imun host. Human Leucocyte Antigen (HLA) berperan penting dalam penyajian antigen virus, yang merupakan kunci dalam menentukan dampak respon imun host terhadap infeksi virus ini. Tujuan: Membahas peran HLA pada KNF. Tinjauan pustaka: Individu dengan alel HLA spesifik dapat mengalami penurunan kemampuan untuk mempresentasikan antigen virus dan kurang efisien dalam memicu respon imun terhadap sel yang terinfeksi EBV yang mengakibatkan peningkatan kerentanan terhadap KNF dan sebaliknya, sehingga alel HLA tertentu mungkin bersifat protektif. Berbagai penelitian telah melaporkan hubungan alel HLA dengan KNF. Hasil dari berbagai penelitian tersebut tidak selalu konsisten. Pada studi HLA kelas I, alel HLA-A2 dan HLA-B46 adalah yang paling konsisten frekuensinya meningkat pada KNF, sedangkan alel HLA-A11, HLA-B13 dan HLA-B27 dikaitkan dengan penurunan risiko KNF. Alel HLA-DRB1*03, *08, *09 dan *10 berkontribusi terhadap kerentanan terhadap KNF, sedangkan alel HLA-DRB1*11 dan *12 merupakan faktor protektif terhadap KNF. Kesimpulan: Faktor genetik merupakan faktor risiko penting pada KNF, berbagai penelitian konsisten melaporkan peran HLA dalam patogenesis KNF, di mana alel HLA tertentu menyebabkan kerentanan terhadap pertumbuhan KNF, sementara beberapa alel HLA juga terkait dengan penurunan risiko KNF.
Latar belakang: Celah bibir dengan atau tanpa celah lelangit merupakan abnormalitas perkembangan kraniofasial yang paling sering terjadi. Kelainan ini bisa unilateral atau bilateral, dan mungkin disertai dengan anomali kongenital lain. Celah bibir bilateral berpotensi mengubah struktur dan bentuk wajah serta menyebabkan gangguan dalam perkembangan makan, bicara, gigi geligi, dan kosmetik. Celah bibir selalu disertai dengan deformitas hidung, termasuk pada kasus celah bibir inkomplit. Mulliken adalah pionir yang melakukan perbaikan celah bibir bilateral dan rinoplasti primer dalam satu tahap operasi. Tujuan: Mengetahui keberhasilan operasi celah bibir inkomplit bilateral dan rinoplasti primer dengan teknik modifikasi Mulliken. Laporan kasus: Dilaporkan satu kasus celah bibir inkomplit bilateral pada anak laki-laki usia 7 bulan yang ditatalaksana dengan teknik modifikasi Mulliken. Metode: Telaah literatur berbasis bukti mengenai perbaikan celah bibir inkomplit bilateral dan rinoplasti primer dengan teknik modifikasi Mulliken melalui database Cochrane library, Pubmed Medline, dan hand searching. Hasil: Pertumbuhan nasal tip projection, nasal width, columellar length, upper lip height, cutaneous lip height, dan vermilion-mucosal height mendekati nilai normal. Kesimpulan: Prosedur celah bibir inkomplit bilateral disertai rinoplasti primer dengan teknik modifikasi Mulliken memberikan hasil yang baik. Introduction: Cleft lip with or without cleft palate is the most common disorder of craniofacial development. This disorder could be occurred unilaterally or bilaterally, and sometimes were also accompanied by other type of congenital disorders. Bilateral cleft lip potentially could change the face structure and shape, causing interference in eating, speech, dental development, and aesthetics. Cleft lip always occurred with nasal deformity, even in incomplete cleft lip. Mulliken is a pioneer in performing a repair in bilateral cleft lip and primary rhinoplasty altogether at the same time. Purpose: To find out the result of surgery procedure in bilateral incomplete cleft lip and primary rhinoplasty using Mulliken modification technique. Case report: A bilateral incomplete cleft lip case in a 7 months old boy and managed by Mulliken modification technique. Method: Evidence based literature study of bilateral incomplete cleft lip and primary rhinoplasty with Mulliken modification technique through Cochrane library, Pubmed Medline, and hand searching. Result: The growth of nasal tip projection, nasal width, collumellar length, upper lip height, cutaneus lip height, and vermilion mucous height were close to normal size. Conclusion: Procedure of bilateral incomplete cleft lip and primary rhinoplasty repair using Mulliken modification technique delivered a good outcome.
Pendahuluan: Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari sel epitel nasofaring dengan pola epidemiologi yang unik. Etiologi keganasan ini merupakan interaksi kompleks antara faktor genetik, infeksi laten virus Epstein-Barr (VEB) dan paparan terhadap karsinogen lingkungan. Secara genetik, terdapat gen human leucocyte antigen (HLA) yang berperan pada patogenesis KNF. Gen ini dikelompokkan menjadi kelas I dan kelas II yang bersifat sangat polimorfik. Kerentanan genetik terhadap KNF pada populasi dengan risiko tinggi berhubungan dengan gen HLA kelas I. Beberapa penelitian menyatakan bahwa alel HLA-A*02 berhubungan dengan kejadian KNF. Tujuan: Mengetahui perbedaan alel HLA-A*02 antara pasien KNF dengan kontrol pada etnik Minangkabau. Metode: Penelitian analitik dengan menggunakan disain potong lintang dilakukan terhadap 16 pasien KNF etnik Minangkabau dan 16 orang sehat etnik Minangkabau sebagai kontrol. Pemeriksaan molekuler dilakukan pada responden untuk melihat ekspresi HLA-A*02 dengan metode polymerase chain reaction-sequence spesific primer(PCR-SSP). Data dianalisis secara statistik dengan program komputer dan dinyatakan bermakna jika p < 0,05. Hasil: Pada penelitian ini didapatkan 6 orang pasien KNF dan 3 orang kontrol dengan HLA-A*02 positif. Secara statistik tidak didapatkan perbedaan yang bermakna alel HLA-A*02 antara pasien KNF dengan kontrol pada etnik Minangkabau. Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan alel HLA-A*02 antara pasien KNF dengan kontrol etnik Minangkabau.
Otitis media supuratif kronis tipe kolesteatom bisa menyebabkan komplikasi ekstrakranial dan intrakranial. Meningitis merupakan komplikasi intrakranial dari otitis media supuratif kronis yang paling sering terjadi. Meningitis bakteri dapat menyebabkan terjadinya stroke. Terapi medikamentosa dengan antibiotik intravena spektrum luas dan tindakan operasi akan memberikan outcome yang baik. Dilaporkan seorang pasien anak laki-laki usia 13 tahun dengan diagnosis otitis media supuratif kronis auris dekstra tipe kolesteatom dengan komplikasi sekuele stroke akibat meningoensefalitis yang ditatalaksana dengan terapi medikamentosa dan timpanomastoidektomi dinding runtuh. Penatalaksanaan otitis media supuratif kronis tipe kolesteatom dengan komplikasi sekuele stroke akibat meningoensefalitis terdiri dari terapi medikamentosa yang adekuat dan timpanomastoidektomi dinding runtuh untuk menghilangkan sumber infeksi di telinga tengah.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.