<p>Penelitian ini bertujuan untuk: Menganalisis akuntabilitas, transparansi dan responsivitas pengelolaan keuangan Desa di Desa Campurasri Kecamatan Karangjati, Kabupaten Ngawi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Teknik pengambilan sampel untuk menentukan informan dilakukan dengan <em>purposive </em>sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Sedangkan validitas data yang digunakan adalah triangulasi sumber, serta analisis data dengan menggunakan model data berlangsung atau mengalir (<em>flow model analysis</em>). Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa akuntabilitas, transparansi dan responsivitas dalam pengelolaan keuangan Desa Campurasri sudah berjalan namun masih belum maksimal. Aspek Akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan sudah dilakukan secara horizontal (<em>horizontal accountability</em>) yaitu pertanggungjawaban kepada masyarakat luas, dilakukan dalam forum musyawarah desa dan pertanggungjawaban. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban yang disampaikan kepada Badan Permusyawaratan Desa dan pertanggungjawaban vertical <em>(vertical accountability)</em> yaitu pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi. Transparansi pengelolaan Keuangan masih belum dikelola secara maksimal. Beberapa pos tertentu dalam laporan keuangan hanya diketahui oleh kepala desa dan bendahara desa, Laporan yang disampaikan ke publik hanyalah belanja umum yang menyangkut belanja pembangunan, sedangkan belanja yang menyangkut urusan kedalam ( Alat Tulis Kantor, perjalanan Dinas, Honorarium dan sebagainya) hanya diketahui oleh internal pemerintah Desa saja. Responsivitas pemerintah Desa dalam pelayanan informasi keuangan kepada masyarakat sudah dijalankan namun belum sesuai harapan pengguna layanan. Keluhan yang disampaikan terkait dengan pengelolaan keuangan desa ditampung untuk kemudian dijanjikan penyelesainnya. Beberapa keluhan ditindaklanjuti, namun keluhan yang lain hanya ditampung tidak ditindaklanjuti sesuai harapan dan bahkan ada juga keluhan yang justru sudah dimentahkan di depan dengan alasan prosedur sudah dilakukan sesuai aturan.</p><p><strong>Kata Kunci: Akuntabilitas, Good Governance, Keuangan Desa</strong></p>
The objective of research was to analyze the effect of remuneration, work discipline, and motivation on employee performance, both partially and simultaneously. This study employed descriptive and quantitative methods with linear regression. The sampling technique used was Stratified Random Sampling with 68 employees being the sample. The result of research showed that: 1) tstatistic = 2.857 > ttable = 1.663 (at α = 5%), meaning that Remuneration affects discipline significantly, 2) tstatistic= 5.375 > ttable = 1.663 (at α = 5%), meaning that remuneration affects motivation significantly, 3) tstatistic= 0.229 < ttable = 1.663 (at α = 5%), meaning that discipline does not affect performance significantly, 4) tstatistic= 1.962 > ttable = 1.663 (at α = 5%), meaning that motivation affects performance significantly; 5) t statistic = 2.470 > t table = 1.663 (pada α = 5%), meaning that remuneration affects employee performance, 6) Fstatistic = 4.955 > Ftable = 2.710 (significance level of 5%), meaning that remuneration, work discipline, and motivation affects employee performance simultaneously.
AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk menganalisis penyelenggaraan pemerintahan desa dalam perspektif desentralisasi administratif dan politik. Penelitian ini memiliki tipe deskriptif kualitatif. Pembatasan ruang lingkup penelitian meliputi: pembatasan periode waktu, lokasi, dan fokus analisis. Jenis data yang diperlukan ialah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Teknik analisis data dengan cara teknik analisis isi dan teknik analisis fenomenologi. Uji keabsahan data meliputi: uji validitas internal, validitas eksternal, reliabilitas, obyektivitas. Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian dapat dirumuskan beberapa kesimpulan, mencakup: penyelenggaraan pemerintahan desa; perubahan struktur dan fungsi kelembagaan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa; dan kemandirian desa. PENDAHULUANSelama ini desa masih sering terabaikan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Di berbagai aspek kehidupan, khususnya sosial/ekonomi, desa dan masyarakatnya masih berada pada kondisi serba kekurangan, jauh tertinggal dibanding kondisi masyarakat di perkotaan. Tata kelola pemerintahan desa dipandang sangat menentukan kemajuan desa atau peningkatan kesejahteraan masyarakat desa. Sehingga sudah semestinya pembenahan terhadap tata kelola pemerintahan desa menjadi fokus agenda bangsa Indonesia.Terdapat tiga permasalahan utama dalam tulisan ini (diadopsi dari Suharto, 2012a). Pertama, keberadaan desa belum mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakat desa. Eksistensi desa dianggap ambivalen dan cenderung kabur. UU Nomor 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah belum memiliki landasan pijakan kuat untuk mengarah pada pencapaian cita-cita desa yang mandiri, demokratis dan sejahtera. Dari aspek teoritis, terdapat sejumlah ketidakjelasan dalam sistem pemerintahan desa sekarang ini. Misalnya dalam hal kewenangan. Menurut pasal 206 UU Nomor 32/2004, ada empat urusan pemerintahan desa: (a) Urusan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa; (b) Urusan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa; (c) Tugas pembantuan dari pemerintah, propinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota; dan (d) Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan kepada desa. Ketentuan tersebut mempunyai arti bahwa undang-undang memberi amanat kepada kabupaten/kota untuk melakukan "desentralisasi" kewenangan kepada desa. Menurut teori desentralisasi dan hukum tatanegara, mekanisme itu menimbulkan kekacauan logika dan hukum. Permasalahan lain adalah menyangkut titik berat otonomi pada daerah kabupaten/kota, yang berimplikasi terhadap dominansi
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis aksesibilitas penyandang disabilitas dalam Pemilihan Umum 2019 di Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Penelitian ini dikaji dengan menggunakan dimensi menurut Thomas dan Penchansky, yang terdiri dari dimensi aksesibilitas, akomodasi, ketersediaan, dan akseptabilitas. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan tehnik wawancara dan dokumentasi untuk mengumpulkan data. Data yang ada dianalisis menggunakan tehnik analisis model interaktif dari Miles dan Huberman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemilihan Umum 2019 di Kabupaten Sleman belum aksesibel bagi penyandang disabilitas. Berdasar dimensi aksesibilitas, terdapat fakta bahwa Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang disediakan oleh penyelenggara belum seluruhnya mudah diakses oleh penyandang disabilitas, seperti adanya tangga yang menyulitkan penyandang disabilitas untuk masuk ke TPS. Pada dimensi akomodasi, masih ada pelayanan petugas TPS yang belum ramah terhadap penyandang disabilitas. Berdasar dimensi ketersediaan, terdapat kendala ketersediaan material, machine, dan method sehingga tidak optimal dalam mengakomodasi hak-hak pemilih penyandang disabilitas. Pada dimensi akseptabilitas belum ramah bagi penyandang disabilitas, karena masih adanya persepsi yang kurang tepat dari sebagian masyarakat terhadap penyandang disabilitas. Penyelenggara Pemilihan Umum disarankan untuk lebih memperhatikan akses bagi penyandang disabilitas, khususnya mengenai keterjangkauan TPS, ketersediaan sarana dan prasarana, ketersediaan standar operasional prosedur (SOP) bagi penyandang disabilitas, keterampilan dan kesigapan petugas dalam menangani pemilih penyandang disabilitas, serta memperbaiki cara pandang masyarakat dalam memandang penyandang disabilitas.
In this era, technology has influenced several sectors such as education, economy and governance. One of the utilizations of technology in government is the use of electronic governance. Decentralization becomes a way to realize electronic governance. Regional government as a product of decentralization has created innovation from the combination of government management and technology advance. Village is a product of the lowest hierarchical decentralization. Therefore, village has a right to manage government, service, and financial management. The number of fund issued by the central government causes the abuse. Therefore, Banyuwangi government uses technology of electronic governance to conduct innovation in supervising village financial management in order to be accountable and transparent. The innovations are electronic village budgeting and electronic monitoring system. Both applications are utilized well by Banyuwangi government to reach achievement. This research uses descriptive qualitative approach by selecting certain location, Banyuwangi government. The result of the research is an application synergy of electronic village budgeting and electronic monitoring system which becomes the strategy to realize accountability and transparency.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.